Lihat ke Halaman Asli

Wila Bunga

Berprofesi sebagai pendidik terpanggil memajukan bangsa dari remote area

Pengabdianku Masa Depan Muridku

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1406136879496335429

Waingapu. Aku adalah seorang guru dengan minat yang sudah sejak aku masih kecil terpatri dalam –dalam. Bagaimana tidak berminat kala aku sedang berada dalam  lingkungan di mana orang tuaku sangat berperan menjadi figur inspiratif yang suka menerima  kunjungan rekan-rekan dari luar negeri menjadikan sebuah momen bagaimana aku harus dan  dapat berkomunikasi dengan sangat baik terhadap orang lain yang tidak mengerti bahasa yang digunakan. Fenomena ini menginspirasi aku memutuskan untuk menjadi guru.

Benar pula, kini aku menjadi guru pada sebuah lembaga pendidikan tingkat SMP yang berada di daerah pedesaan di mana aku harus mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris. Tentu mengajarkan bahasa asing membuat aku harus berpikir tentang sebuah filosofi; ibarat sebuah bangunan bilamana fondasinya dibangun dengan baik tentu akan berdiri kokoh. Demikian aku menemukan suatu filosofi ‘language contact anytime anywhere,’ berangkat dari pengamatan ketika berada di suatu pasar di mana ada orang Jawa dapat berbicara bahasa Sumba dengan lancar oleh karena dagangannya harus terjual.

Bagaimana membuat kontak dengan bahasa asing yang menjadi momok bagi sebagian anak didikku membuat aku berpikir keras. Mengawali dengan membuat kesepakatan bersama ketika akan mengawali suatu proses belajar sambil memberikan pencerahan beserta kebahagiaan yang akan dicapai. Kesepakatan dimaksud dapat berupa buku tugas yang harus dipersiapkan, kamus dua bahasa dan yang tidak kalah penting adalah  tanda tanganku yang harus diperoleh dalam jumlah tertentu seirama dengan tugas yang dapat diselesaikan pada suatu semester tertentu. Kesepakatan lainnya adalah suatu kewajiban bagiku untuk  mengajarkan ‘possessive pronouns’ dengan baik beserta ‘verb’ sebab dalam pencerahan dan kesepakatan yang diperoleh, cukup dua hal ini dipahami dengan baik selanjutnya adalah pada penerapan oleh masing-masing siswa dengan bebas menyelesaikan tugas di rumah sebagai aplikasi filosofiku.

Ternyata dari apa yang menjadi filosofiku, menghubungkan siswa dapat beresonansi dari 2 x 45 menit pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dengan tugas yang harus diselesaikan di rumah dengan bebas, lalu kembali dihubungkan dengan pembelajaran Bahasa Inggris berikutnya disertai pula dengan imlak dari sejumlah tugas yang telah diselesaikan di rumah memberi kesenangan tertentu bagi siswa. Pada awal nampak menjadi suatu kesulitan bagi siswa namun oleh kebiasaan menjadi suka.

Hal yang mengasyikkan adalah ketika di antara sejumlah siswa yang aku ajarkan, terdapat dua bahkan tiga  anak yang telah dapat berkomunikasi dengan membawa temannya yang berasal dari luar negeri oleh karena sekolahku memang berada di Kaliuda daerah mana sering didatangi tourist mencari kain tenunan lokal. Dua tahun mengajarkan Bahasa Inggris sejak kelas 8 hingga kelas 9 dengan filosofi yang dapat diaplikasi memberi arti bagi masa depan anak-anakku.

Ujian sebagai alat evaluasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline