Lihat ke Halaman Asli

Wila Hestiana

Mahasiswa

Refleksi Diri Melalui Kajian Tasawuf

Diperbarui: 25 November 2023   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pertanggungjawaban suatu tindakan adalah hal yang sangat bijak dalam hidup. Seringkali dalam hidup dengan sadar atau tidak melakukan tindakan yang berakibat untuk bermanfaat atau kemudaratan baik diri sendiri maupun kepada orang lain. Akibat daripada tindakan tersebut tentunya memiliki nilai norma dihadapan orang lain. Manusia disebut makhluk zoon politicon oleh Aristoteles adalah makhluk sosial yang mana tidak terlepas dari kehidupan yang berkelompok dan berserikat untuk saling berinteraksi, membutuhkan dan saling memberikan (Sabian Utsman, 2009:17). Dalam kehidupan berkelompok, sesorang tak jarang bersinggungan dengan orang lain akibat dari tindakannya. Tak jarang pula orang lain akan merasa dirugikan oleh tindakan tersebut. Kemudian apabila kedua belah pihak merasa dirugikan, tidak merasa bersalah dan mempertahankan diri maka yang terjadi ialah konflik (Hidayat, 2002:14). Konflik dapat dicegah atau preventif dan dapat diselesaikan dari diri sendiri. Tindakan yang dilakukan diri sendiri seharusnya bisa dievaluasi agar dapat dipahami dan direnungkan seberapa jauh tindakan yang diakibatkan. Ketika merenung, seseorang bisa melihat pengalaman, keputusan yang telah seseorang buat, dan cara seseorang bertindak dalam berbagai situasi. Ini membantu seseorang memahami pola pikir dan perilaku seseorang. Kegiatan tersebut masuk ke dalam katagori refleksi diri yang dapat meninggkatkan kualitas emosional maupun personal. Refleksi Diri adalah proses kritis yang melibatkan introspeksi dan pemikiran mendalam tentang pengalaman, tindakan, pemikiran, atau perasaan seseorang. Melalui refleksi diri, individu menganalisis dan mengevaluasi diri sendiri dengan tujuan memahami lebih baik aspek-aspek berbagai aspek kehidupan pribadi, profesional, atau akademis (Schunk, 2016:13). Refleksi diri membantu kita untuk menggali nilai-nilai, keyakinan, dan tujuan hidup kita. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang siapa kita, kita dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai inti yang benar-benar penting bagi kita. Budaya refleksi dan introspeksi telah lama dikenal dalam berbagai bentuk seperti "muhasabah diri" dalam agama Islam atau "merenung" dalam tradisi budaya Jawa. Dalam islam dikenal dengan istilah muhasabah yang berasal dari bahasa arab dengan arti intropeksi (Munawir, 1984:283). Kaitannya muhasabah dengan refleksi diri adalah sama dalam pemaknaan sadar akan tindakan diri sendiri. Muhasabah diri sangat disegani oleh orang -- orang karena muhasabah adalah intropeksi diri dari pada menyalahkan orang lain dan mengevaluasi diri agar kedepannya berbuat yang lebih baik lagi. Islam mewajibkan. Para ulama melalui ijma' menghukumi musahabah yang dipadankan dengan refleksi diri ialah wajib karena seseorang yang beriman pasti akan khawatir dengan tindakan yang akan dipertanggungjawabkan. Refleksi diri juga memainkan peran penting dalam membantu individu mengatasi tekanan dan stres yang datang bersamanya. Dalam lingkup bermasyarakat, refleksi diri memungkinkan seseorang untuk mengenali ketidaksempurnaan dan bias yang mungkin ada dalam diri mereka, yang selanjutnya memungkinkan mereka untuk memperbaiki sikap dan tindakan yang dapat menghambat harmoni sosial. . Refleksi diri yang dimaknai sebagai perenungan dapat dikaitkan dengan tasawuf yang meninggalkan ego manusiawi, mengendalikan diri dan mendekat kepada Allah SWT untuk mengingat-ingat kembali perbuatan keduniawaian yang dapat merusak hubungan antara seseorang dan Allah SWT. Hal ini senada dengan pendapat Imam Al-Ghozali yang berpendapat bahwa muhasabah bertujuan untuk mengupayakan i'tisham adalah memelihara diri yang berpegang teguh pada syariat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (Hadziq, 2005:31). Tasawuf didefinisikan sebagai upaya untuk mencapai keselarasan dengan Allah melalui cinta, introspeksi, dan ketaatan. Ini mengajarkan bahwa dengan mencintai Allah dan menjalani hidup dengan integritas moral, kita dapat mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat keberadaan kita. Orang yang menjalani hidup sufistik akan merasakan ketenangan hidup dan dapat menggerakan dirinya yang terlepas dari ego. . Refleksi diri adalah seperti cermin bagi diri kita yang membantu kita untuk melihat dan memahami diri kita lebih baik. Dalam ilmu tasawuf, ini adalah cara untuk merenungkan perbuatan dan sikap kita sehingga kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dalam tindakan dan perilaku kita (Syukur, 2006:83). Dengan muhasabah, kita dapat menggali ke dalam diri kita, mengenali kelemahan dan kekuatan kita, dan mengambil langkah-langkah untuk menjadi lebih baik sebagai individu. Ketika egois menguasai diri maka yang terjadi ialah seseorang akan merasa sombong, merendahkan orang lain dan merasa paling benar karena tanpa melibatkan kesadaran diri untuk refleksi. Tasawuf hadir untuk menenangkan hidup seseorang yang terlepas dari sifat keduniawian yang egois dan melakuakan penguatan diri secara emosional, psikis dan tindakan agar tidak terjadi bias permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, tasawuf dengan refleksi diri mampu untuk mengontrol diri sendiri agar kedepannya menjadi pribadi yang berkualitas dan bijak. Disini peran tasawuf sangatlah penting bagi refleksi diri karena pada intinya melalui refleksi diri, seseorang akan selalu mengingat dan merasa tindakannya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline