Lihat ke Halaman Asli

Terbukti Bersalah, Prabowo Enggan Ditanyai Soal Pelanggaran HAM

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: google.com

Seperti Orba Soeharto, Prabowo “dikte” dan kekang kebebasan Pers

[caption id="" align="aligncenter" width="610" caption="sumber: google.com"][/caption]

Hari ini tersebar sebuah gambar poster yang berisi tentang ketentuan wanwancara untuk pers yang dibuat media center Prabowo. Gambar yang berisi persyaratan dan aturan tentang pertanyaan “boleh” dan “tidak boleh” kepada Prabowo itu awalnya beredar di jejaring sosial Path kemudian di upload salah satu pengguna di Twitter.

Daftar pertanyaan yang dilarang diajukan kepada Prabowo memuat tiga hal;

1.Persoalan HAM dan kasus penculikan

2.Soal kehidupan pribadi dan keluarga

3.Soal hasil survey

Selain itu, pihak media senter Prabowo mengaku memiliki hak untuk menambahkan pertanyaan yang akan diajukan pada saat wawancara berupa:

1.Program partai

2.Satu miliar satu desa

3.Lembaga tabung haji

4.Kebocoran uang negara

5.Investasi asing dan sumber daya alam

6.Pemilu dan politik uang

7.Korupsi dan penegakan hukum

Ada dua poin menarik yang patut dibahas mengenai aturan untuk mewawancarai Prabowo, Capres Gerindra tersebut. Pertama mengenai daftar pertanyaan yang tidak boleh ditanyakan dan kedua mengenai hak media senter untuk menambahkan daftar pertanyaan.

Untuk poin pertama. Prabowo sudah resmi menyatakan diri maju sebagai Calon Presiden 2014, itu artinya Prabowo harus siap terbuka dalam hal apapun. Dalam berbagai media massa, bukannya Prabowo tegas membantah bahwa dirinya tidak terlibat dalam pelanggaran HAM dan penculikan aktivis, bahkan untuk mendukung pengakuannya tersebut, Prabowo membuat film dokumenter berjudul “Sang Patriot”. Lalu kenapa Prabowo takut jika ditanyai perihal pelanggaran HAM dan penculikan tersebut?

Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan Prabowo bahwa dirinya telah difitnah dalam peristiwa tersebut adalah kebohongan. Prabowo adalah pelaku utama pelanggaran HAM dan penculikan aktivis 98, oleh karena itu dirinya dipecat dari satuan militer. Dengan melarang pers untuk membuka dosa lamanya itu, prabowo berusaha menutupi aibnya dan berupaya membuat masyarakat lupa pada kejahatan Prabowo pada masa transisi Indonesia.

[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="sumber: pbs.twimg.com"]

sumber: pbs.twimg.com

[/caption]

Kita abaikan untuk persoalan keluarga dan kehidupan peribadinya. Tetapi persoalan survei menarik dipertanyakan, kenapa Prabowo harus menutupi hasil survei politiknya? Bukankah selama ini Prabowo cukup sumringah mengatakan popularitas dan elektabilitasnya selalu bersaing ketat dengan Jokowi di urutan teratas? Bahkan survei Indonesia Network Election Survei (INES) menempatkan Prabowo di posisi teratas dengan angka yang sangat fantastis yaitu 40,8 persen. Bukankah ini kabar baik dan seharusnya disebar ke media massa agar diketahui publik? Kecuali jika hasilnya rekayasa, maka tak heran jika Prabowo enggan ditanyakan perihal tersebut.

Untuk poin kedua. Prabowo terkesan mengekang dan mendikte pers, polanya sama dengan masa Orde Baru. Media hanya diperbolehkan memberitakan yang baik – baik saja tentang Prabowo dan dilarang keras untuk memberitakan yang buruk – buruk. Sikap Prabowo sama persis dengan sikap Presiden Indonesia yang otoriter Soeharto.

Tak terbayang jika Prabowo terpilih sebagai Presiden di Pemilu mendatang. Kebebasan pers kembali akan terbelenggu, hak berpendapat akan dikunkung, kebebasan berbicara akan dibatasi. Belum menjadi Presiden saja, Prabowo sudah berani  menekan dan mendikte pers bagaimana lagi jika menang, bisa – bisa Indonesia akan kembali pada masa Soeharto. Gawat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline