Lihat ke Halaman Asli

Wiji Pasiani

Sedang Belajar Menulis

Memaknai Tradisi Nyekar Saat Lebaran

Diperbarui: 26 April 2023   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makam simbah kakung putri dan 2 saudara penulis (Dokpri)

 

Khususnya bagi perantau, baik antar kota atau bahkan lintas negara, Lebaran merupakan hari yang dinanti-nanti. Tidak hanya keinginan untuk makan makanan khas daerah masing-masing, tidak dikarenakan mendapat THR dari tempat kerja dan lain sebaginya. Lebih dari itu bagi sebagian perantau, hal yang dirindukan yakni datang ke pemakaman untuk menabur bunga atau lebih sering disebut dengan “nyekar”.

Di samping tujuan nyekar adalah untuk mendoakan dan menghormati arwah leluhur yang telah tiada, hal lain yaitu untuk:

1. Meminta doa restu (pangestu) agar keinginan terpenuhi. Semisal keinginan untuk pergi merantau. Dengan harapan agar di perantauan dapat hidup nyaman, diberi kemudahan dalam bekerja serta mendapatkan rezeki yang melimpah.

2. Bersyukur atas semua keinginan yang telah dicapai. Misalnya sudah terlaksananya keinginan untuk membeli atau membangun rumah sendiri. Di mana rumah adalah tempat untuk berkumpulnya keluarga. Tentunya setiap individu ingin mempunyai hunian sendiri.

Warga sedang "nyekar" di pemakaman Keramatan Pedak (Dokpri)

3. Berbagi rezeki. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengadakan “genduri” syukuran misalnya. Meski genduri kecil-kecilan hanya mengundang 1 RT (Rukun Tetangga) saja, namun bersedekah tidak ada batasan minimum. Guna menyempurnakan genduri sebagian masyarakat mempunyai tradisi nyekar, menabur bunga di pemakaman leluhur disertai berdoa sebagai ungkapan syukur.

4. Mengenang masa lalu. Setiap individu tentu mengalami masa-masa kecil saat diasuh mereka (leluhur yang telah tiada) saat masih hidup. Seiring berjalannya waktu akan mengalami kerinduan. Untuk mengobatinya adalah bertemu meski lintas alam. Ini, dapat diwujudkan dengan membersihkan, berdoa serta menabur bunga di pemakaman.

5. Bersilahturahmi. Tempat pemakaman umum (TPU) diibaratkan rumah, di mana setiap yang pergi tentu akan pulang ke rumah. Lazimnya, setiap yang datang berkunjung membawa “oleh-oleh” kepada tuan rumah. Sama halnya dengan datang bersilaturahmi ke rumah leluhur (pemakaman), alangkah baiknya membawa bunga (dalam bahasa Jawa disebut sekar) untuk ditabur disertai untaian doa.

6. Meningkatkan ketakwaan pada sang pencipta, sebab kelak semua yang masih hidup tentu akan mengalami fase kematian. Meski kematian merupakan rahasia sang pencipta, namundengan mengunjungi pemakaman akan mendorong kita untuk lebih dekat dengan-Nya. Akan lebih banyak dalam menebar kebaikan, memperbanyak amal sedekah, taubat serta istiqomah sehingga dapat menjadi bekal amal jariyah kita serta dengan harapan dapat meringankan jalan kematian kita.

Tradisi “nyekar” tidak hanya mengunjungi makam keluarga, kerabat, leluhur kita saja. Namun “nyekar” dapat kita lakukan dengan mengunjungi makam tokoh-tokoh terkemuka seperti makam KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid hasyim, KH. Abdurrahman Wahid di Tebuireng Jombang dan lain sebagainya.

***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline