TIK disayang, TIK dibuang itulah judul yang cocok dari diskusi kami para guru TIK di negeri ini. Di satu sisi tak ada orang yang bisa menolak TIK itu penting dalam mendukung pembelajaran. Namun, di sisi lain, TIK dibuang sebagai mata pelajaran. Hal ini dikarenakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) hanya dipahami sebagai alat bantu, bukan sebagai ilmu. Akibatnya mereka beranggapan TIK bisa dipelajari sendiri secara otodidak. Tak perlu lagi belajar TIK karena dianggap bisa belajar secara mandiri. Kalau pikiran anda seperti itu, bagaimana kalau dibalik? Tak perlu belajar mata pelajaran lain, karena semuanya bisa dipelajari secara mandiri. Tak perlu guru, dan tak perlu sekolah. Belajar aja TIK pasti anda bisa mempelajarinya sendiri. Anda bisa mencari informasi di internet dan menciptakannya. Cukup belajar literasi TIK saja! Anda bisa belajar lewat elearning. Tak perlu tatap muka. Anda bisa belajar kepada siapa saja.
Dapatkah anda bayangkan bila bahasa Inggris terintegrasi ke semua matpel?. Matematika terintegrasi ke semua matpel?. Bahasa Indonesia terintegrasi ke semua mata pelajaran. Mata pelajaran lain terintegrasi ke semua mata pelajaran? Apakah kemudian kalau sudah teringerasi lalu mata pelajarannya dihilangkan? Misalnya, karena bahasa Indonesia sudah terintegrasi ke semua mata pelajaran, atau karena matematika sudah terintegrasi ke semua matpel, maka mata pelajaran bahasa indonesia/matematika kami hapuskan. Tentu anda sebagai tenaga pengajarnya akan menolaknya. Anda akan terus berjuang agar mata pelajarannya kembali eksis.
Begitulah yeng terjadi pada guru TIK. Guru yang mengajar mata pelajaran TIK. Guru yang telah lulus PLGP dari perguruan tinggi, dan ikut UKG dari kemendikbud mata pelajaran TIK. Mereka dipaksa mengajar prakarya dalam kurikulum 2013, dan ada yang diminta mengikuti bimbingan TIK sesuai permendikbud 45 tahun 2015. Inilah kebijakan yang tidak adil dan dirasakan oleh guru TIK se-Indonesia. Guru TIK telah dizolimi oleh penguasa pembuat kebijakan. Tapi banyak guru TIK yang tidak bisa berbuat apa-apa. Berusaha untuk mengikuti aturan dan taat pada pimpinan sekolah. Melawan berarti siap dirumahkan tanpa pekerjaan.
Muncul sebuah pertanyaan dalam batin saya? Mau dibawa kemana arah pendidikan TIK kita? Sebuah kebijakan yang paradoks yang kami temui. Di satu sisi anak-anak harus menguasai teknologi sementara pelajaran untuk itu dihapus. Ngak tahu kita apa maunya pemangku kepentingan di pendidikan kita. Banyak konsep tapi nggak jelas. TIK dihilangkan sebagai matpel. Kita yang kritis seringkali dimusuhi dan dikucilkan. Arah pendidikan TIK di INdonesia menjadi tak jelas. Mereka pikir TIK cukup dipelajari di perguruan tinggi, sedangkan pondasi TIKnya lupa dibangun di bangku sekolah.
Seorang kawan menuliskan di facebook, "ZAMAN SEMAKIN MELEK ...... GENERASI BANGSA KOK MALAH DIPAKSA MEREM TEKNOLOGI.........IRRRRASIONAL......"
Wahai kawan-kawan guru TIK, teruslah berjuang dan jangan hanya diam menunggu nasib, karena Allah tdk akan mengubah nasib suatu kaum kalau kaum itu sendiri tak berani mengubahnya. Jangan hanya bisa mengeluh di media sosial. Datanglah dan berkumpul dalam demo akbar guru TIK, 12 Agustus 2016.
Salah seorang kawan blogger kompasiana berkomentar di tulisan omjay:
""Kesalahan adalah pada tahun 2006 ketika pemerintah memasukkan matpel TIK ke dalam pendidikan dasar dan menengah. Tahun 2013 ketika arah pendidikan akan dibetulkan mendapat perlawanan, karena ada guru guru yang merasa dirugikan. Banyak yang sudah memiliki sertifikat matpel TIK dan sudah lulus plpg. Mereka terlanjur dipersiapkan menjadi guru komputer, meskipun arah kurikulum ini sebetulnya belakangan disadari salah. Jalan yang mungkin ditempuh adalah: Pertama, mengembalikan matpel TIK. Resikonya seluruh bangsa dirugikan. Indonesia cuma akan menjadi negara tukang ketik (menggunakan komputer). Apa yang diajarkan TIK pada sekolah selama ini adalah sekedar mengajarkan software jadul. Banyak mudharatnya. Buang buang waktu. Indonesia akan menjadi negara paria. Ide ide brilian TIK akan datang dari negara yang tepat dalam merancang kurikulum pendidikannya. Mereka nantinya yang akan jadi juragan. Indonesia akan jadi kuli, klerk dan operator TIK. Kedua memberikan kompensasi kepada guru TIK yang telah dirugikan. Kesalahan ini terletak di pemerintah sewaktu memasukkan TIK sebagai kurikulum di tahun 2006 tanpa pakai perencanaan yang matang. Wajar guru yang dirugikan menuntut kompensasi. Saya kira opsi ini lebih baik daripada menjerumuskan negara dengan mengembalikan TIK ke dalam kurikulum.""
Saya tersenyum membaca komentarnya. Bagus juga pemikirannya. Mungkin kawan saya itu perlu belajar sejarah TIK masuk ke kurikulum, dan sejarah perjuangan guru TIK. Dengan begitu blogger itu akan tahu kenapa pemerintah pada saat itu menjadikan TIK sebagai mata pelajaran, dan ada kajian akademiknya yang bisa diunduh di bagian file laman facebook group ikatan profesi guru indonesia atau IPGI. Dari membaca kajian akademik itu akan mudah dipahami kenapa TIK layak menjadi mata pelajaran sesuai kaidah filsafat ilmu, dan diberikan kepada generasi emas Indonesia. Mereka harus terdidik TIK dengan baik melalui mata pelajaran TIK.
Seluruh bangsa tidak akan dirugikan bila mengembalikan mata pelajaran TIK. Namun malah diuntungkan dengan zaman digital saat ini. Masalahnya, tinggal materinya yang disiapkan mengikuti perkembangan zaman, dan gurunya dilatih dengan pelatihan yang mumpuni di bidangnya. Sama halnya dengan mata pelajaran matematika yang nilainya tertinggal dari negara lainnya dalam TIMS dan PISA. Mata pelajaran tersebut dibenahi kurikulumnya supaya bisa naik peringkatnya. Menghapus mata pelajaran TIK dan kemudian hanya mengintegrasikan saja ke semua mata pelajaran bukanlah solusi yang tepat. Justru akan banyak merugikan guru TIK dan genarsi emas Indonesia. Mereka akan menjadi generasi cemas dan lemas menghadapi games pokemon dan lainnya.
Jangan khawatir Indonesia akan menjadi negara tukang ketik, Sebab yang diajarkan bagaimana anak-anak dapat menciptakan informasi, konten-konten baru di internet yang tak pernah tidur. Mereka akan dilatiha bagaimana menggunakan teknologi komunikasi. Kalau dilihat masih banyak guru TIK yang mengajarkan software jadul, mungkin karena fasilitasnya belum memenuhi persyaratan perkembangan TIK, tapi percayalah dengan guru TIK yang kreatif. Apapun kondisinya, mereka akan dapat kreatif dengan suasana dan kondisi sekolah masing-masing. Kondisi Indonesia yang bervariasi justru menjadi tantangan tersendiri agar TIK tetap eksis sebagai mata pelajaran. Sebab arah kurikulumnya menjadikan mereka juragan produk TIK, dan mereka menjadi produsen TIK. Ini akan menjadi nyata bila kita perbaiki kurikulumnya.