Mata saya tak bisa terpejam, membaca satu demi satu kata-kata yang tersusun dalam salinan permendikbud nomor 45 tahun 2015. Tadinya ingin optimis dengan adanya permendikbud baru pengganti permendikbud nomor 68 tahun 2015.
Peran guru TIK dan KKPI masih tetap sama dengan sebelumnya. TIK tetap saja sebagai bimbingan, dan bukan mata pelajaran. Artinya, Kemdikbudristek masih belum mampu mengabulkan permohonan guru TIK dan KKPI agar matpelnya kembali seperti dalam kurikulum 2006.
Mapel TIK diganti prakarya dalam kurikulum 2013 dengan alasan 30 persen sekolah belum teraliri listrik. Sebuah informasi yang tidak masuk diakal tapi nyata. Begitulah informasi yang Omjay dapat dari salah satu pejabat Kemdikbud waktu itu.
Pertanyaannya adalah haruskah kita mengorbankan siswa yang 70 persen? Sungguh ini menjadi tidak adil dan ketika pendidikan dilakukan tidak berdasarkan rasa keadilan, maka tunggulah kehancurannya. Bagi kami tik dan kkpi harus tegak berdiri sebagai mata pelajaran tersendiri.
Memang terjadi pro dan kontra saat itu. Dari hasil jajak pendapat kami di facebook group komunitas guru TIK dan KKPI, didapatkan data hanya 4 persen guru yang mendukung TIK sebagai bimbingan. Sisanya, 96 persen guru menginginkan TIK sebagai mata pelajaran. Walaupun namanya dirubah menjadi informatika.
Begitupun jejak pendapat yang sama dilakukan di facebook lainnya. Hasilnya tidak jauh beda. Itu pertanda bahwa mayoritas guru TIK menginginkan TIK sebagai mata pelajaran dan bukan bimbingan. Kalaupun terpaksa menerima, itu karena faktor keterpaksaan. Bukan karena keinginan sendiri tetapi karena keterpaksaan yang tidak bisa ditolak. Sebagai bawahan kami harus taat dengan pimpinan sekolah.
Saat ini dunia telah memasuki era informasi yang berkembang dan terus berkembang. Informasi menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh semua orang, semua kalangan baik itu instansi pemerintah maupun swasta bahkan di semua negara. Teknologi yang berkembang menyediakan kesempatan yang sangat besar untuk mengembangkan manajemen pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah, TIK memiliki potensi yang sangat besar untuk mentransformasikan seluruh aspek di dalam pendidikan di sekolah dan memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. TIK sebagai alat bantu semakin nyata diperlukan. Namun demikian, TIK sebagai sebuah keilmuan jangan ditiadakan karena ini akan menghambat perkembangan TIK itu sendiri. Pada akhirnya kita hanya sebagai bangsa pengguna atau pemakai produk TIK. Terbukti banyak aplikasi umum seperti zoom dan gmeet dibuat oleh orang luar negeri. Kamipun di Ikatan guru TIK PGRI membuat buku informatika dari jenjang SD hingga SMA dan SMK.
Keterampilan guru dalam pemanfaatan TIK sebagai sumber belajar dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah menjadi sangat penting. Guna memaksimalkan peran Guru TIK dalam pelaksanaan Kurikulum 2013, maka sebaiknya TIK dalam bentuk mata pelajaran dan bukan sekedar hanya bimbingan. Dalam kurikulum 2013 TIK berperan sebagai alat bukan mapel. Ketika mengajarkan mapel lain menggunakan pendekatan teknologi, tetapi bukan sebagai mapel.
Padahal perkembangan teknologi membuat semua lini kehidupan bersentuhan dengan TIK. Jika teknologi dianggap sebagai alat saja dikhawatirkan indonesia hanya akan menjadi konsumen bukan pencipta teknologi. Oleh karena itu, mempelajari TIK secara sistematis dan terstruktur penting dilakukan dalam mata pelajaran tersendiri. Seharusnya TIK sebagai alat dan sebagai sebuah keilmuan harus berjalan secara bersamaan. Teknologi perlu dipelajari secara sistematis agar indonesia memiliki langkah antisipasi terhadap serangan teknologi dari luar. Teknologi juga meningkatkan daya saing indonesia di tingkat internasional.