Lihat ke Halaman Asli

Wijaya Kusumah

Guru Blogger Indonesia

Catatan Harian Seorang Guru: Pahlawan Insan Cendekia yang Terlupakan

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://www.cordova-bookstore.com/images/buyahamka.jpg

Hari ini adalah hari pahlawan. Seluruh rakyat indonesia memperingatinya. Bahkan kami di sekolah memperingatinya tadi pagi dengan upacara bendera.

Para siswa berbaris rapi dipimpin oleh pemimpin upacara. Lalu pembina upacara pun memasuki lapangan upacara, dan dimulailah upacara memperingati hari pahlawan dengan penuh hikmat. Meskipun saya melihat masih ada saja siswa yang masih cengengesan dan bercanda dengan temannya. Mereka tak paham makna hari pahlawan. Sebab hari pahlawan bukan diperingati secara ritual belaka, tetapi harus dimaknai isinya. Terutama para pahlawan insan cendekia yang turut berperan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Itulah para guru. Dari mulai zaman kemerdekaan sampai saat ini, pahlawan insan cendekia terus menerus berjuang memberantas kemiskinan dan kebodohan. Tak pernah mengeluh, karena menjadi guru itu harus tangguh dan berhati cahaya. Indonesia memerlukan guru tangguh berhati cahaya yang mampu menyampaikan ilmunya dengan kasih sayang dan keteladanan.

Namun sayang, masih saja ada guru yang belum tangguh dan berhati cahaya. Kita masih temui guru-guru bermental pengeluh, dan selalu saja menyalahkan orang lain. Tak mau instrospeksi diri dan merubah dirinya untuk mampu menjadi guru tangguh berhati cahaya.

Kita tentu tahu, pemerintah telah menganugrahi buya hamka sebagai pahlawan nasional. Beliau lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981. Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat menjadi Hamka.

Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayah kami, atau seseorang yang dihormati. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.

Guru seperti buya hamka itulah yang harus kita tauladani. Guru tangguh berhati cahaya. Mampu meneladani kita semua untuk bermanfaat buat orang banyak. Sebab sebaik baik manusia adalah mereka yang bermanfaat untuk orang lain.

Buya hamka adalah salah satu contoh pahlawan insan cendikia yang seharusnya menjadi tauladan banyak guru di indonesia. Lihatlah kesederhanaan hidupnya, dan lihatlah ketika beliau mengajar. Penuh dengan senyuman dan kasih sayang. Beliau memiliki sifat kenabian, sidiq, tabligh, amanah, dan fathonah.

[caption id="" align="aligncenter" width="275" caption="http://www.cordova-bookstore.com/images/buyahamka.jpg"][/caption]

Guru guru sederhana seperti buya hamka itulah yang dibutuhkan bangsa ini. Penerapan pendidikan karakter tanpa diimbangi dengan keteladanan adalah seperti menegakkan benang basah. Sia-sia saja mendidik anak negeri kalau gurunya saja tak mampu dijadikan contoh. Satu kata antara perkataan dan perbuatan.

Akhirnya pahlawan insan cendekia harus terus terpatri dalam diri. Terutama bagi mereka yang sudah mengikrarkan diri menjadi guru. Mereka harus menjadi guru tangguh berhati cahaya yang mampu menyinari dunia dengan ilmunya. Oleh karenanya, indonesia memerlukan lebih banyak lagi guru. Terutama guru yang mampu disebut sebagai pahlawan insan cendekia ketika mereka tiada. Mari meniti jejak sang guru. Buya hamka idolaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline