Lihat ke Halaman Asli

Wijaya Kusumah

Guru Blogger Indonesia

Jadikan Menulis Sebagai Pekerjaan Menuju Keabadian

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1309620166723940808

[caption id="attachment_117322" align="aligncenter" width="600" caption="Bang Edi Sembiring, Omjay, dan Mbak Liany hendranata (sumber: Foto Dian kelana)"][/caption]

Merinding saya membaca artikel yang dituliskan oleh Mas eko di http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/02/keteguhan-pram/.  Mas eko menceritakan bagaimana keteguhan seorang Pramoedya Ananta Tour dalam menulis, walaupun dengan fasilitas apa adanya. Dengan kertas bekas bungkus semen almarhum Pramoedya Ananta Tour menuliskan novel tetralogi Pulau Buru dalam kondisi serba kekurangan. Begitupun dengan almarhum Buya Hamka. karya-karya besarnya terlahir di penjara. Kita masih bisa membaca karya beliau di bawah lindungan ka'bah, dan beberapa karya tulis lainnya yang masih bisa kita baca hingga saat ini. Padahal penulisnya sudah tiada.

Sayapun menjadi teringat ketika menghadiri peluncuran buku The Power of Sex karya Lianny Hendranata di Mall Pejaten Village. Mendapatkan buku dan tanda tangan dari penulisnya secara langsung, sungguh bahagia. Kamipun berfoto bersama yang diabadikan oleh fotografer handal, bang Dian Kelana di sini. Betapa bangganya bila kita telah menuliskan beberapa buku dari hasil karya tulis kita sendiri.

Bagi saya secara pribadi, para penulis yang disebutkan di atas itulah yang membuat saya selalu berusaha untuk menulis. Menyampaikan pesan dari pikiran saya secara jernih. Dengan begitu orang menjadi tahu apa yang ingin disampaikan. Bukan hanya melalui lisan, tetapi juga tulisan yang lebih kekal dan tahan lama.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Ketika saya mati ada pesan-pesan tertulis yang sudah saya sampaikan. Bila itu terajut dalam sebuah buku, maka buku itu akan menjadi tubuh yang tak pernah mati. Dibaca banyak orang, dan memberikan pencerahan kepada para pembaca. Oleh karena itu, kita dituntut untuk kreatif, sehingga isi buku menarik untuk dibaca, dan dibedah isinya. Kita pun bisa berdiskusi dari karya tulis yang dibuat oleh para penulis handal yang tak pernah kekeringan ide seperti NH Dini.

Menulis memang bukan pekerjaan mudah. Kita dituntut untuk banyak membaca. Memang susah pada awalnya. tapi yakinlah bahwa susah itu mudah, dan bebaskan hidupmu dengan cahaya. Seperti apa yang dituliskan Ustadz Yusuf Mansur dalam bukunya. Susah itu Mudah. Bebaskan Hidupmu dengan cahaya.

1309621438788657935

Dengan banyak menulis, anda akan seperti cahaya manakala tulisan anda dapat menerangi jiwa pembacanya. Menerangi jiwa yang gelap dari persoalan hidup yang menghimpit.

Kun Fayakun. Mudah sekali bagi Allah bila kita menyadari bahwa kita hanyalah hamba-Nya yang lemah. Kelemahan inilah yang akhirnya membuat kita menyadari akan perlunya kita berbagi. Dengan berbagi kita akan saling memperkuat diri, dan alangkah baiknya bila berbagi itu dituliskan dalam bentuk tulisan dan bukan hanya lisan.

Malam ini saya merenung. Mencoba menerawang jauh ketika almarhum Pramoedya Ananta Tour menuliskan karya-karyanya. Saya pun juga membayangkan almarhum Buya Hamka menuliskan karya emasnya yang mempesona. Bagi saya mereka berdua tidak mati. Mereka hidup melalui tulisan-tulisannya. Mereka menulis  karena menyadari akan menuju keabadian. Keabadian menuju Tuhan-Nya yang memberikan kehidupan.

Tubuh mereka bolah saja hancur lebur ditelan bumi, tetapi karya tulis mereka akan tetap abadi dan menginspirasi semua orang yang membaca tulisan-tulisannya. Mereka adalah Maha guru dari para guru menulis yang menghabiskan waktunya untuk menulis. Dengan menulis, mereka merasakan sekat-sekat birokrasi, dan kokohnya benteng penjara dapat tembus dengan kedahsyatan tulisan-tulisan mereka yang bergizi tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline