Lihat ke Halaman Asli

Wijaya Kusumah

Guru Blogger Indonesia

Wajah Pendidikan Kita di Perbatasan (Liputan Peluncuran Film Batas) ~HABIS~

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_108762" align="aligncenter" width="600" caption="Menteri Pemukinan Daerah tertinggal, Helmy Faisal Zaini dan Istri Mengucapkan selamat Kepada Marcella Zalianty, dkk Usai pemutaran Film Batas di Epicentrum XXI, Jakarta."][/caption]

Setelah menonton film batas, dan mengikuti acara peluncurannya yang memukau beberapa waktu lalu (12 Mei 2011), saya pun terhenyak dengan wajah dunia pendidikan kita. Pemutaran Film Batas di Epicentrum XXI Kuningan Jakarta membuat saya tersadar bahwa pemerataan, dan layanan pendidikan di negeri ini belum tersebar secara merata. Alangkah baiknya, bila pemerintah tak menjadikan Ujian nasional (UN) sebagai bentuk ujian kelulusan sebelum pemerataan pendidikan dilakukan. Alangkah naifnya bila sekolah-sekolah di Jakarta diadu dengan sekolah-sekolah di perbatasan dalam UN. Dengan keterbatasan SDM Guru, dan juga sarana serta prasarananya, sebaiknya UN di daerah perbatasan hanya dijadikan sebagai pemetaan saja, dan bukan sebagai bentuk evaluasi kelulusan secara nasional. Sebab ketimpangan masih terjadi di sana-sini. Keadilan harus ditegakkan dalam dunia pendidikan kita.

[caption id="attachment_108763" align="aligncenter" width="600" caption="Salah satu Adegan di Film Batas Ketika jaleswari Kembali Lagi ke tempat Tinggal Suku Dayak"][/caption]

Alangkah baiknya, para penentu kebijakan pendidikan menonton film batas ini. Sayang, pak mendiknas , Muhammad Nuh tak hadir dalam pemutaran film batas itu. Semoga ketika ditayangkan perdana pada 19 Mei 2011 nanti, para pejabat di kementrian pendidikan nasional menonton film batas  yang bagus ini. Usul saya, film ini diputar dilingkungan kemendiknas. Biar banyak pejabat di kemendiknas lebih mengetahui kehidupan masyarakat di perbatasan. Apalagi, kru film batas juga telah membuat film dokumenter tentang kehidupan, dan wajah asli penduduk di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia ini. Film ini juga wajib ditonton oleh para guru, dan juga peserta didiknya agar mereka tahu keadaan sekolah di perbatasan.

[caption id="attachment_108764" align="aligncenter" width="600" caption="Ruang Kelas di sekolah perbatasan yang hanya memiliki 1 orang guru saja"][/caption]

Film batas menceritakan tentang perjuangan seorang wanita yang bernama Jaleswari (diperankan oleh Marcella Zalianty). Jaleswari, dengan ambisi dan kepercayaan penuh, mengajukan diri untuk mengambil tanggungjawab memperbaiki kinerja program CSR bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan. Dia menyanggupi masuk ke daerah perbatasan di pedalaman kalimantan, dan menjanjikan dalam dua minggu Ketidak-jelasan itu dapat diatasi. Kabarnya, semua guru yang dikirimkan ke daerah perbatasan itu satu persatu mengundurkan diri, dan tak mau mengajar lagi. Hanya 1 guru yang masih bertahan, dan guru asli daerah itu yang bernama Adeus (diperankan oleh Marcell Domits).

[caption id="attachment_108766" align="aligncenter" width="600" caption="Ban Mobil yang bocor, Membuat Jaleswari harus menginap di mobil tumpangannya, dan menunggu mobil lainnya datang menolong."][/caption]

Kedatangan Jaleswari ke perbatasan kalimantan ini juga sebenarnya untuk menutupi kesedihannya. Jaleswari baru saja ditinggalkan mati oleh suaminya. Sementara, pada saat itu dia sedang hamil muda. Orang tua Jaleswari berusaha melarang pergi anaknya itu, tapi tekad Jaleswari telah bulat. Dengan tekad yang benar-benar bulat,  lalu berangkatlah Jaleswari ke daerah perbatasan Kalimantan Barat yang jaraknya sangat jauh sekali.

Di tengah perjalanan, ban mobil yang ditumpanginya bocor, dan dengan amat terpaksa Jaleswari harus menunggu di mobilnya sampai esok harinya. Di sanalah untuk pertama kalinya Jaleswari bertemu dengan Arif (diperankan Arifin Putra) seorang pemuda yang sangat baik hatinya. Mobil yang menolongnya adalah mobil milik Arif. Mobil Arif yang lewat dan baru datang keesokan harinya, membantu jaleswari ke  desa yang dituju.  Mellaui perjalanan yang cukup melelahkan sampailah akhirnya Jaleswari di tempat yang dituju.

[caption id="attachment_108767" align="aligncenter" width="600" caption="salah satu adegan tarian Suku Dayak yang mempesona"][/caption]

Ternyata suatu kehendak belum tentu sejalan dengan kenyataan. daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan memiliki pola kehidupannya sendiri. Mereka memiliki titik pandang yang berbeda dalam memaknai arti garis perbatasan. Mereka tidak terlalu perduli tentang kawasan perbatasan atau batas negera. Mereka hidup dengan kesadaran wawasan budaya dayak yang tidak terpisahkan oleh demarkasi batas politik. Peristiwa kehidupan yang unik telah membawa Jaleswari dalam situasi yang pelik. Konflik batin terjadi ketika dia terperangkap pada masalah kemanusiaan yang jauh lebih menarik dan menyentuh perasaan dibanding data perusahaan yang sangat teoritis, dan terasa kering karena pada hakekatnya masalah rasa sangat relatif dan memiliki kebenaran yang berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline