Lihat ke Halaman Asli

Wijaya Kusumah

Guru Blogger Indonesia

Pengangguran Terdidik (2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_137936" align="alignleft" width="209" caption="Sumber: http://rumahsejutaide.wordpress.com"][/caption]

Beberapa waktu lalu saya telah menuliskan tentang pengangguran terdidik yang saya kaitkan sedikit dengan sejarah hidup saya secara pribadi. Bagi anda para pembaca kompasiana yang belum membacanya, dapat membacanya di sini.

Pengangguran terdidik bukanlah persoalan baru di negeri ini. Hampir setiap tahun pasti kita akan menghadapinya. Hanya saja, solusi yang ditawarkan mungkin masih belum menyentuh dasar persoalan sehingga wajar bila setiap tahun jumlah pengangguran terdidik di negeri yang katanya ajaib ini terus bertambah.

Kompas.com edisi, Kamis, 18 Februari 2010, menuliskan bahwa data tenaga kerja tahun 2009 menurut Bappenas menyebutkan, dari 21,2 juta masyarakat Indonesia dalam daftar angkatan kerja, sebanyak 4,1 juta atau sekitar 22,2 persennya adalah pengangguran, yang didominasi oleh lulusan diploma dan universitas dengan kisaran angka di atas 2 juta orang.

Melihat fenomena itu tentu kita berpikir untuk mencari solusinya.

Sebenarnya kita harus berfokus kepada 5 hal agar generasi penerus bangsa ini tidak menjadi pengangguran terdidik dan memiliki kecakapan hidup di abad 21 ini, yaitu:

  1. mampu melek Teknologi dan Media
  2. mampu berkomunikasi secara efektif
  3. mampu berpikir secara kritis
  4. mampu memecahkan Masalah
  5. mampu berkolaborasi

Saya teringat kembali ketika saya lulus Sekolah Teknologi Menengah (STM). Saya dan teman-teman rasanya tak ada yang menganggur setelah kami lulus. Kenapa begitu? Karena kami semua telah diberikan keterampilan atau skill yang cukup memadai sebagai bekal hidup kami di masyarakat. Bahkan banyak di antara kami yang kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi dan mendapatkan gelar sarjana. Setelah mereka mendapatkan gelar sarjana, banyak di antara mereka yang akhirnya membuka usaha sendiri. Berusaha mandiri dan tidak bekerja kepada orang lain.

Ketika saya tanyakan perihal mereka membuka usaha sendiri, mereka mengatakan bahwa lebih enjoy bekerja dari usaha sendiri daripada bekerja kepada orang lain, karena bisa menjadi bos dari usaha sendiri. Tetapi tantangannya memang tidak mudah. Bila tidak kuat kamu bisa stress. Kita harus kreatif dan mau mencari peluang.

Apa yang dikatakan oleh kawan-kawan saya sekolah dulu itu benar adanya. Bila kita tak ingin menjadi pengangguran terdidik, maka kita harus kreatif dan pandai mencari peluang. Seperti halnya industri kreatif yang sekarang ini banyak dikembangkan oleh anak muda lulusan perguruan tinggi.

Memang harus diakui, bangsa ini masih sangat kekurangan entreprenership. Kita masih kekurangan pengusaha yang mampu menciptakan peluang usaha sehingga dapat menciptakan kerja bagi orang lain. Mengapa hal itu dapat terjadi?

Hal di atas terjadi karena banyak sekolah dan perguruan tinggi yang hanya mempersiapkan tenaga siap kerja, tetapi tak siap menciptakan peluang kerja. Mereka dididik untuk menjadi pegawai dan bukan pengusaha. Inilah sebenarnya kesalahan dari para pembuat kurikulum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline