[caption id="attachment_86262" align="alignleft" width="300" caption="Perlukah Anggota DPR Sekolah Lagi???"][/caption]
Melihat kekrisuhan yang terjadi di Gedung DPR/MPR pada saat Rapat Paripurna di televisi, membuat saya berpikir perlukah anggota DPR sekolah lagi? Sekolah yang mengajarkan pada dirinya bagaimana menjadi seorang negarawan sejati dan pemimpin yang arif lagi bijaksana. Mampu menyatukan tata rasa, tata pikir, dan tata tindakan dalam tata krama yang mempesona. Membuat mereka yang melihat menjadi terpikat. Terpikat oleh kesantunannya berbicara, sangat matang dalam berpikir dan bijak dalam bertindak. Membuat yang memilihnya mengatakan, " inilah wakil rakyat kita yang mempesona dan berakhlak mulia".
Namun, kenyataan terlihat lain, Wakil rakyat kita belum semuanya dewasa. Masih ada yang memiliki sifat kekanak-kanakan. Wajar saja bila almarhum Gusdur dulu pernah mengatakan, "anggota DPR kok Kayak Anak TK?". Anak TK adalah anak yang selalu ingin diperhatikan dan memiliki sifat egoisme yang tinggi. Kalau sudah begitu, perlukah anggota DPR sekolah lagi??? Sekolah khusus yang diperuntukkan untuk melayani anggota dewan yang terhormat agar mampu berperilaku santun dalam mengungkapkan pendapat dan tidak emosional ketika pendapatnya kurang dihargai. Mampu menjadi anggota dewan yang bermartabat dan tidak bermoral bejat. Mengangkat harkat dan derajat bangsa menjadi bangsa yang terhormat di dunia dan akhirat.
Sebagai seorang pendidik saya tersentak. Selama ini banyak sekolah hanya berfokus kepada pencerdasan otak dan bukan watak. Lihatlah beberapa para anggota DPR kita!. Mereka cerdas dari sisi otak, tetapi belum cerdas dari sisi watak. Di sinilah saya tersentak, menginstropeksi diri sendiri sebagai seorang guru bahwa pendidikan karakter belum menyentuh peserta didik kita. Sekolah-sekolah kita hanya mampu melahirkan peserta didik yang cerdas otak tetapi tak cerdas watak. Bukti dari itu, kita lihat saja beberapa para anggota DPR yang kurang bermutu. Hanya mementingkan golongannya sendiri dan tak berpikir untuk mementingkan semua golongan. Bagi mereka kebenaran hanyalah menurut pimpinan dan bukan hati nurani.
Nampaknya kita harus banyak belajar dari sosok Lili Wahid dari PKB, yang berani berkata tidak di saat orang lain berkata ya, karena taat pada pimpinan. Lili Wahid adalah suara hati untuk century. Hatinya masih bisa bicara dan mengatakan, yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar. Tidaklah sama benar dan salah. Benar ya benar, dan salah ya salah.
Itulah yang harus diajarkan para guru kepada anak didiknya di sekolah, yang harus diajarkan para orang tua di rumah. Jangan salah menjadi benar, dan benar menjadi salah karena menutupi sesuatu. Apalagi bila salah dan benar digabung menjadi satu. Apakah begini orang yang cerdas watak???
Ketika watak tak cerdas, maka yang ada adalah sifat egoisme dan cepat sekali marah atau mudah tersinggung. Padahal sifat marah atau mudah tersinggung akan mampu diredam oleh mereka yang cerdas watak. Bagi dirnya, kehebatan seseorang bukan karena dia pandai berbicara, tetapi kehebatan seseorang itu adalah mampu mengatasi dirinya di saat marah. Mereka yang mampu menahan marah adalah mereka yang memiliki kecerdasan watak. Mampu menahan diri walaupun dalam keadaan teraniaya.
Adegan hebatnya para anggota DPR kita seperti melihat sinetron di televisi. Memberikan pembelajaran yang sangat mahal untuk generasi penerus bangsa. Anak-anak kita melihat dan menyaksikan wakil-wakil rakyatnya memilih Opsi dan mereka pun meniru-niru gaya mereka. Ingatlah! Televisi kita selalu menyorot tingkah laku anggota DPR yang terhormat. Kelakuan anda dilihat secara langsung oleh rakyat. Kalau sudah begitu, perlukah anggota DPR kita sekolah lagi???
Salam Blogger Persahabatan
Omjay