[caption id="attachment_21338" align="alignleft" width="300" caption="Siswa Sedang Belajar Komputer"][/caption]
Pernahkan anda mendengar anak anda gembira ketika diumumkan tidak jadi ulangan hari ini? Atau pernahkan anda merasakan ketika sekolah dulu, ada kabar dari guru anda bahwa ulangan hari ini dibatalkan? Tentu anda akan bersorak dengan riang gembira, sebab anda merasa hari itu tidak siap untuk mengerjakan soal ulangan yang dibuat oleh guru. Perasaan itulah yang saya lihat dari wajah-wajah anak didik saya ketika saya umumkan hari ini tidak jadi ulangan. Mereka bergembira ria sambil mengatakan, "horee, hari ini tidak jadi ulangan!".
Saya tidak tahu, apakah saya termasuk guru yang mengerti dengan masalah yang dihadapi siswa atau memang saya terlalu baik sehingga jadwal ulangan yang seharusnya hari ini saya laksanakan terpaksa saya undurkan. Mungkin anda bertanya kepada saya, kenapa saya menunda ulangan hari ini?. Oleh karena itu saya harus mengulasnya dalam tulisan ini agar jelas duduk persoalannya.
Sebagai guru yang dibekali ilmu psikologi pada saat kuliah dulu, tentu seorang guru harus memahami peserta didiknya dari sudut psikologi. Makanya pada saat kuliah dulu kami diharuskan mengambil mata kuliah psikologi pendidikan, supaya bisa lebih memahami siswa dan mencoba menggali permasalahan yang dihadapinya. Bagi saya yang sudah hampir 15 tahun menjadi guru, tentu pengetahuan psikologi pendidikan ini sangat membantu guru dalam memahami karakter dan potensi unik siswa.
Pada saat siswa mengeluh dan mengatakan tidak siap ulangan, guru harus berbaik hati menunda ulangan hari ini sampai mereka merasa enjoy. Sebab apabila dipaksakan, nilainya menjadi kurang baik. Setelah mereka merasa nyaman dengan tugas-tugas yang diberikan guru, maka guru akan dengan mudah menilai mereka. Salah satu bentuk penilaian itu adalah dengan melaksanakan ulangan harian.
Dalam ulangan harian sebenarnya guru mencari tahu siswa mana yang telah menguasai kompetensi dan mana yang belum. Guru menjadi tahu siswa-siswa yang lemah dan melakukan tindakan perbaikan (remedial) ketika terjadi nilai para siswanya lemah. Di sinilah dibutuhkan kejelian guru dalam menangkap keluhan siswa dan mengatasi problematika yang dihadapinya.
Pernah satu ketika saya mendapatkan data nilai anak yang cerdas, lalu tiba-tiba saja ulangannya menurun, bahkan nilainya pun sangat ekstrim. Saya panggil anak itu, dan saya ajak untuk berdialog. Ternyata, setelah berdialog dengannya, ada masalah di dalam keluarganya yang cukup berat dihadapinya, dimana ayah dan ibunya akan bercerai. Wajar saja, akibat masalah keluarga, anak itu menjadi tidak fokus dalam belajar dan disinilah peran guru mencarikan solusi dari masalah yang dihadapi siswa. Jangan sampai ada siswa yang sudah bermasalah di rumah, bermasalah juga di sekolah dan dia tak mendapatkan tempat untuk mengatasi persoalannya. Sekolah harus menjadi rumah kedua siswa dalam menemukan kedamaian hati.
Guru yang baik, harus melihat kondisi psikologis siswa. Jangan sampai guru hanya sekedar mengajar tanpa mencari tahu masalah yang dihadapi siswa. Guru dan siswa harus saling berinteraksi dan harus saling berkomunikasi sehingga materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru masuk ke otak siswa dengan baik. Ketika siswa merasa nyaman dengan materi yang disampaikan oleh guru karena kondisi mereka dalam keadaan menyenangkan, maka terjadilah apa yang disebut pembelajaran aktif, inovatf, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) sehingga pembelajaran menjadi memiliki makna dan berkualitas. Ketika pembelajaran memiliki makna dan berkualitas, maka segudang prestasi siswa akan bermunculan dengan amat dahsyat.
Bahagia rasanya, bila kita menjadi guru, menyaksikan anak didik kita mampu untuk berprestasi dalam bidangnya masing-masing. Tentu tak semua anak memiliki kemampuan yang sama, disinilah peran guru dalam memotivasi mereka. Guru harus menjadi motivator dan fasilitator para peserta didiknya sehingga predikat yang disandangnya sebagai agen pembelajaran menjadi nyata.
Salam blogger persahabatan
omjay