Lihat ke Halaman Asli

Wijatnika Ika

TERVERIFIKASI

When women happy, the world happier

1 dari 3 Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan Seksual

Diperbarui: 10 Oktober 2020   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WHO menyatakan bahwa 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan seksual (Dok. WHO)

"One story about rape is one story too many." -UN Women-

"Ah paling perempuan yang diperkosa merasa keenakan," seloroh orang-orang nggak punya otak pada perempuan korban kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan. Kujamin bahwa pernyataan itu nggak akan pernah ditujukan pada korban pembunuhan yang menikmati perasaan sakit saat dibacok, dimutilasi, digergaji atau bahkan ditembak.

Pernyataan itu juga nggak akan pernah kita sampaikan pada mereka yang jadi korban perampokan bahwa kehilangan harta benda paling berharga merupakan kenikmatan tak terhingga. Mereka mengira pemerkosaan sama dengan bercinta. Hello! Jika pemerkosaan serupa kenikmatan bercinta, maka para Nabi dan Rasul dan orang cerdik pandai yang akan mengajarkannya kepada umat manusia.

Pemerkosaan adalah tindakan kanibalisme di mana si pemerkosa memangsa tubuh korbannya, menyeruput kehormatannya dengan paksa dan menghabisi martabatnya di dalam masyarakat dan bangsanya.

Orang-orang yang bebal terhadap rasa keadilan bahkan seringkali menjadikan kekerasan seksual sebagai bahan candaan. Bahkan yang lebih parah menunjuk perempuan sebagai sumber segala kejahatan yang dilakukan kaum lelaki yang memerkosanya, mulai dari soal pakaiannya, bentuk tubuhnya, jam kerjanya, jabatan di pekerjaannya, suaranya, wajahnya, bentuk bibirnya, warna lipstiknya, pancaran matanya, bentuk bokongnya dan sebagainya.

Mungkin, para penghina itu lupa bahwa mereka lahir dari rahim ibu melalui selongsong vagina dalam sistem reproduksi perempuan. Maka memerkosa seorang perempuan apakah tak ubahnya memerkosa ibu sendiri? Bukankah menjadikan isu kekerasan seksual sebagian bahan candaan dan tertawaan serupa dengan menghina dan merendahkan ibu sendiri?

Pada akhir 2019, keributan soal kekerasan seksual datang dari wilayah timur pulau Jawa. Kabarnya, seorang lelaki yang merupakan anak Kyai terpandang sekaligus pemilik sebuah pesantren dilaporkan telah melakukan kekerasan seksual kepada sejumlah santri perempuan.

Korban yang melapor didampingi sejumlah lembaga yang peduli pada isu kekerasan perempuan, karena rasa takut dengan kekuasaan yang dimiliki sang pelaku. Boleh dibilang pelaku pemerkosaan ini merupakan lelaki dengan status sosial tinggi, kaya raya dan punya banyak pengikut.

Korban yang tidak berdaya jelas berusaha melawan dengan diam-diam, alih-alih menunjukkan dirinya ke publik dengan gagah berani dan percaya diri, sebab kita sangat paham bahwa korban kekerasan seksual justru seringkali menjadi korban perundungan oleh kaum yang menganggap bahwa kekerasan seksual sama dengan bercinta dengan gembira.

Kasus tersebut menyita banyak perhatian sebab sang pemerkosa, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Jombang mencoba melakukan penggiringan opini publik, bahwa tuduhan pemerkosaan itu dilakukan oleh pihak-pihak yang hendak menghancurkan kerajaan bisnisnya.

Para pengikut setia sang pelaku bahkan dengan suka cita menyerukan 'jihad' membela pelaku dan melakukan aksi lapangan dengan tema 'kriminalisasi ulama' dan mengatakan bahwa polisi sebagai PKI sebab dianggap mengganggu kehidupan tenang pesantren. Mereka juga sangat percaya bahwa snag pelaku merupakan orang sakti sehingga nggak bisa disentuh hukum dan nggak mungkin melakukan kekerasan seksual kepada santri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline