Lihat ke Halaman Asli

Wijatnika Ika

TERVERIFIKASI

When women happy, the world happier

Dongeng Pernikahan yang Menjebak Perempuan Memasuki Lingkaran Setan Kemiskinan Kronis

Diperbarui: 23 Desember 2019   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan yang masih ingin bermain. Sumber: mahali.ac.id


"Early marriage is the most prevalent in communities suffering deep, chronic poverty. " -Helena D. Gayle-

Menikah adalah mimpi yang dibangun nyaris setiap manusia di bumi ini. Sejak kecil anak-anak mendapat doa dan harapan keluarga besar agar saat dewasa mendapatkan cinta sejati, jodoh yang baik dan pernikahan yang indah. Dengan menikah dan membangun keluarga, manusia berkembang biak dalam perlindungan hukum agama, masyarakat dan negara; dan menikah masih dipercaya sebagai cita-cita ideal dalam meraih kebahagiaan sempurna dalam kehidupan. 

Banyak orang percaya bahwa dengan menikah dan memiliki pasangan manusia tidak akan pernah kesepian, memiliki seseorang yang bisa diandalkan, memiliki tempat bersandar sekaligus berlindung dan masa tua tidak akan dijalani dengan menyakitkan. Menikah dan memiliki keturunan juga dianggap sebagai investasi jangka panjang hingga ke kehidupan setelah kematian.

Dalam membangun mimpi indah menikah, setiap orang diajarkan untuk menginginkan kekasih yang tampan/cantik, baik hati, penyayang, tidak mandul, taat beragama, berkarakter mulia, menyayangi keluarga, berasal dari keluarga baik-baik, memiliki pekerjaan keren dengan penghasilan tinggi, saat menikah bisa membangun rumah mewah lengkap dengan kendaraan mahal, memiliki anak-anak imut nan menggemaskan, lalu menjalani kehidupan dengan bahagia hingga maut memisahkan. 

Oh, ideal sekali semua orang akan ngiler dengan manisnya pernikahan demikian layaknya ngiler melihat es krim.

Tapi, berapa persen manusia di bumi yang mampu menggenapi mimpi manis pernikahan semacam itu? Aku tidak percaya jika pernikahan zaman sekarang lebih hancur dari pernikahan zaman dulu, atau sebaliknya. Karena kupikir apa yang terjadi dalam masyarakat sekarang merupakan warisan manusia-manusia yang telah hidup sebelumnya. 

Misalnya: bagaimana memilih calon pasangan, penyelenggaraan pernikahan hingga bagaimana rumah tangga dijalankan tidak serta merta terjadi sebagaimana yang kita saksikan sekarang, melainkan hasil dari proses panjang dalam peradaban manusia. Sehingga konsep pernikahan ala orang Jepang berbeda dengan India, orang Afrika selatan beda dengan orang Mongolia, orang Bugis beda dengan orang Minang, dan perbedaan unik ini terhampar nyata di seluruh dunia.

Sebagai jomblo yang memiliki rencana menikah, aku terus menerus mempelajari banyak hal seputar apa sih pentingnya menikah bagi diriku dan masa depanku. Terlebih karena aku anak dari pasangan yang gagal mempertahankan pernikahannya, aku menjadi sangat hati-hati menjalin hubungan cinta dengan lelaki. 

Aku tidak ingin menikah dengan terpaksa, dipaksa atau melakukan kesalahan menikah dengan sosok yang salah. Kata orang-orang, kecerobohan dalam memilih pasangan bisa berakibat fatal bagi pernikahan. Bahkan bisa menyebabkan luka batin seumur hidup.

"Umur udah segitu, apalagi yang dicari? Udah nikah aja," begitu seloroh sejumlah orang terhadap kondisiku yang masih single yang dianggap terlambat memasuki pernikahan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline