Bulan Ramadan lalu pertama kalinya aku berjumpa dengan Menteri Agama Bapak Lukman Hakim Saifuddin, dan istri beliau Ibu Trisna Willy dalam kegiatan Kompasiana Perspektif "Menag Bercerita: Melawan Hoax, Menjaga Hati". Acaranya adalah tentang menangkal hoax dan apa yang sudah dilakukan Pak Menteri secara pribadi dalam menangkal berita bohong, khususnya di media sosial. "Dunia maya adalah hasrat dunia baru yang menjebak," kata Pak Lukman dan kata-kata itu sontak menohokku, tepat di jantung hati. Kata 'menjebak' membuatku teringat dengan tulisanku sendiri saat mereview novel karya mbak Okky Madasari yang berjudul 'Kerumunan Terakhir' yang berkisah tentang orang-orang yang hancur hidupnya karena jebakan dunia maya.
Pak Menteri mengingatkan agar kita tidak mudah baper/terpancing emosi saat bermain media sosial, karena menurutnya dunia maya merupakan dunia main-main yang seharusnya dihadapi dengan santai seperti sedang liburan di pantai. Sikap baper saat bermain media sosial selain dapat dengan mudah menyebarkan virus hoax, juga membuat kita cenderung mudah stress, hilang akal dan merusak hati. Ah iya juga ya, sebab jiwa yang sehat adalah pondasi bagi tubuh yang kuat.
"Kita ini adalah generasi yang hidup di dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia maya. Selain itu, kehadiran ponsel pintar membuat euforia manusia menjadi-jadi. Nah, orang-orang yang literasinya rendah terkait media sosial jadi mabuk oleh kata-katanya sendiri yang dia tebar di dunia maya. Bayangkan saja, seorang pendiam di dunia nyata bisa begitu beringas di dunia maya!" tambah Pak Lukman dengan mimik tegas, seakan menyatakan bahwa sudah nasib generasi di peradaban digital mengalami semua ini sebagai nikmat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak bisa dinikmati generasi sebelumnya. Sekaligus menjadi alarm agar manusia tidak dikendalikan teknologi.
Nah, karena tugas seorang Menteri Agama itu sulit, aku berandai-andai #BilaAkuJadiMenag dan sedang mendapat tugas dari Presiden untuk melibas habis wabah hoax yang melanda masyarakat Indonesia. Bayangkanlah, bangsa Indonesia baru saja memiliki Menteri Agama seorang perempuan, lajang pula (bukan iklan mencari pangeran tampan ya hehe) dan akan memulai tugas menangkal hoax dengan tegas, cepat, tepat dan memiliki efek jera.
Karena Kementerian Agama merupakan lembaga negara yang selayaknya menjadi contoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mengingat inilah satu-satunya lembaga negara yang mengurusi kehidupan agama dan spiritual warga negara. Maka, segala upaya menangkal hoax dari dimulai dari dalam tubuh Kementerian Agama sendiri, mulai dari tingkat pusat hingga kantor wilayah di seluruh Indonesia. Upaya ini jelas harus mencerminkan nilai-nilai utama seperti Integritas, professionalitas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan. Sungguh berat memang mengejawantahkan pesan Tuhan tentang menjadi suri tauladan dalam kehidupan akhir zaman.
Berikut adalah 5 trik asyik menangkal hoax yang sebaiknya dimulai dari keluarga besar Kementerian Agama:
1. Satu Hari Satu Posting Konten Positif
Sebagai Menteri Agama di era digital, aku punya akun media sosial dong, yaitu Twitter. Karena tanggung jawab menangkal hoax ini pertama-tama ada di pundakku, maka aku akan memposting minimal satu tweet positif setiap hari. Ini adalah trik asyik yang sederhana, yang langsung dapat diikuti oleh seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Agama yang kupimpin. Bisa dibayangkan betapa melimpahnya konten positif yang akan meramaikan dunia maya dan menjadi trending topic nasional dengan trik ini?
Tentu saja dampaknya akan semakin berlipat ganda jika setiap tweet positif itu di-retweet oleh netizen yang peduli dengan upaya berjamaah menangkal hoax. Belum lagi bila metode ini diterapkan oleh pegawai yang menggunakan Instagram dan Facebook. Ah, pasti seru sekali karena akan membuat para penyebar hoax misuh-misuh karena kehilangan massa.
2. Ngaji-Literasi Media Keluarga Besar Kementerian Agama
Sebagai Menteri Agama, aku memandang bahwa sangat tidak mungkin menangkal hoax di tanah air tercinta ini jika tidak dibarengi dengan upaya meningkatkan literasi media bagi keluarga besar Kementerian Agama. Sebuah upaya yang sistematis dan cerdas harus juga dimulai dengan menyamakan isi kepala dan tujuan bersama: bahwa seluruh keluarga besar Kementerian Agama melek literasi media, paham bahaya hoax, memiliki keinginan menangkal hoax dan tahu bagaimana cara menangkal hoax dengan asyik. Selain itu, upaya menangkal hoax juga harus tepat sasaran dan memiliki efek jera.