Sejatinya Ramadan adalah bulan pengendalian diri. Tentu saja bukan hanya mengendalikan lapar, haus, berbuat buruk dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa. Juga mengendalikan pengeluaran yang bisa merusak neraca keuangan kelaurga. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada bulan Ramadan pengeluaran keluarga untuk belanja makanan, sandang dan lain-lain yang berhubungan dengan lebaran meningkat berkali-kali lipat dari biasanya. Terlebih lagi soal belanja makanan yang sering dijadikan alasan sebagai hadiah setelah berpuasa seharian.
Saat Ramadan tiba, muncul banyak keluhan terutama bagi para Ibu. "Duhhh harga-harga jadi mahal gini ya?" ujar seorang Ibu. Seorang Ibu yang lain menimpali, "Ah pusing saya kalau mau beli bukaan, segala pingin dibeli aja padahal pas buka yang dimakan cuman dikit," karena menurutnya saat Ramadhan tiba pengeluaran rumah tangga membengkak hanya untuk membeli takjil yang melimpah ruah di jual di pasar dadakan.
Ya, pasar dadakan yang hanya muncul di bulan mulia ini kerap membuat kita terpikat untuk membeli aneka jenis penganan berbuka puasa. Fenomena ini bukan saja membuat dompet menjerit karena harus mengikuti nafsu lapar mata, juga meningkatnya jumlah sampah sisa makanan yang terbuang sia-sia. Apakah ini Ramadan yang kita inginkan?
Ini bukan fenomena bualan belaka lho. Pada tahun 2017 saja, data dari Barilla Center menunjukkan bahwa Indonesia menempati rangking ke 2 dari 35 negara di dunia yang paling banyak membuang makanan, yaitu 300kg per orang per tahun. Penumpukkan sampah sisa makanan yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TAPA) menjadi pemicu meningkatnya gas metana, yang merupakan salah satu penyebab naiknya suhu bumi.
Padahal sudah umum diketahui bahwa pemanasan global dapat memicu krisis pangan dan menyebabkan kelaparan global. Duh, ngeri sekali ya tenyata sikap lapar mata bisa memicu krisis global yang mengerikan!
Lapar mata hanya ilusi dan tipuan otak karena perut kita kelaparan seharian. Karena itu kita harus bijak dalam membelanjakan Rupiah saat mencari menu berbuka. Bukan pelit pada diri sendiri lho, melainkan bijak pangkal sehat. Karena lapar mata dan membeli penganan untuk bebruka puasa secara berlebihan yang akhirnya menjadi sampah sisa makanan sangat kontradiktif dengan pesan mulia Ramadan yaitu pengendalian diri. Jadi, mari kendalikan diri dengan konsep 'Revolusi Meja Makan'
healthyeating.sfgate.com
Bukan perang melawan penjajah sih, tapi 'Revolusi Meja Makan' merupakan gerakan melawan hawa nafsu diri sendiri dengan melakukan berbagai perubahan revolusioner dari meja makan. Tentu saja, dampak positifnya akan dirasakan oleh diri sendiri dan keluarga sebelum meluas menjadi nilai-nilai umum dalam masyarakat. Berikut adalah sejumlah cara sederhana dalam Revolusi Meja Makan saat Ramadan:1. Lawan Lapar Mata dengan Pilihan Makanan Sehat
Aneka gorengan kriuk-kriuk, es campur dan es teh biasanya merupakan godaan terberat kaum lapar mata saat berburu takjil dan menu berbuka puasa. Saat beduk Maghrib tiba, rasanya bahagia sekali menyeruput es campur yang segar atau es teh, lalu menikmati gorengan dengan saos sambal pedas manis. Ah, surga rasanya.
Tapi, setelah itu pasti sakit perut, begah dan hal-hal tidak menyenangkan dimulai karena sebenarnya tubuh kita menolak makanan tidak sehat terutama yang dilahap membabi buta setelah puasa seharian.
Solusinya, perangi si lapar mata dan pilihlah penganan sehat dan bergizi seperti buah, bubur kacang hijau, atau kurma yang dikenal baik dalam mengembalikan energi tanpa menyebabkan naiknya gula darah secara drastis.