Misa Minggu 15 Desember 2024 penuh manfaat bagi saya di semua bagian, mulai dari Bacaan, Homili, Doa Umat, sampai ke Katekese Singkat. Saya akan memulai tulisan saya dari Homili Romo Dhani.
Romo Dhani membuka homilinya dengan sebuah kisah saat dirinya dan beberapa suster menengok Ibu salah satu suster tersebut yang sedang dirawat di RSUD Wonosari. Dikisahkan saat Romo sampai di bangsal keperawatan, Ibu yang akan ditengok dari jauh sudah mengenali Romo dan rombongannya. Si Ibu langsung duduk di tempat tidurnya dengan infus dan oksigen yang masih menempel di tubuhnya.
Saat rombongan Romo sampai di samping tempat tidur, si Ibu langsung mendaraskan doa untuk semua yang datang menengoknya satu per satu. Romo sampai heran. Biasanya orang yang sehat yang menjenguk yang akan mendoakan si sakit, tetapi ini sangat berbeda. Justru yang sakit mendoakan mereka yang menjenguknya. Luar biasa.
Saya belum pernah melakukan hal itu. Biasanya saya yang menceritakan penderitaan saya karena sakit dan minta didoakan. Ternyata bagi Ibu dari sang suster mendoakan orang lain sudah mendarah daging. Sehat atau sakit, yang muncul dari mulutnya adalah doa untuk orang lain. Luar biasa. Saya sangat terkesan dan terharu bahwa ada orang yang seperti ini.
Renungan Saya tentang Doa dalam Bacaan-bacaan Liturgi Sabda
Bacaan 1 diambil dari Nubuat Zefanya 3:14-18a. 'Janganlah takut, hai Sion! Janganlah tanganmu menjadi lemas lesu. Tuhan Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberikan kemenangan' (Ayat 16b-17). Saya hampir selalu merasa takut dan akhirnya saya menyerah putus asa. Hal ini benar saya rasakan ketika akan masuk kembali rawat inap kedua di RS Kariadi Semarang.
Setelah dirawat inap selama 13 hari, saya hanya menikmati udara 'bebas' 8 hari. Setelah itu saya kembali masuk ke IGD RS Kariadi sambil menunggu kamar yang tersedia untuk rawat inap yang kedua. IGD RS Kariadi penuh sesak karena saat itu wabah Covid-19 sedang melanda Indonesia, tidak terkecuali Semarang.
Kondisi kesehatan saya yang lebih parah dibanding saat saya akan rawat inap yang pertama, ditambah kondisi dan situasi yang tidak menentu di IGD dan ketidakpastian kapan akan mendapatkan kamar rawat inap, membuat saya betul-betul lemah lunglai. Saya putus asa. Seakan tidak ada Tuhan. Doa yang saya panjatkan hanya meminta yang tak kunjung dipenuhi Tuhan. Saya merasa seakan Tuhan tidak ada.
Padahal seandainya saya meresapi Nubuat Nabi Zefanya, seharusnya saya percaya 'Tuhan Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan'. Dan, seandainya saat itu saya 'lewat'-pun, seharusnya saya tetap bersukacita seperti pada hari pertemuan raya. Ya, bertemu dan menghadap Tuhan seharusnya saya rasakan sebagai pertemuan raya dengan Tuhan.
Seharusnya saat saya merasa Tuhan sudah dekat, saya bersuka cita. Meskipun sebenarnya saat itu saya masih cukup jauh dari akan menghadap Tuhan, karena bilirubin saya cuma 24. Penderitaan saya hanya tidak dapat tidur dan mengalami halusinasi. Saya merasa mual tetapi tidak dapat muntah sekali, setiap 10-15 menit terus-menerus.
Seharusnya saya seperti yang dituliskan dalam Bacaan II 'Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah DALAM DOA dan permohonan DENGAN UCAPAN SYUKUR (huruf besar dan cetak tebal dari saya) (Lihat Bacaan II Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi 4:4-7, ayat yang saya kutip adalah ayat 6).