Lihat ke Halaman Asli

Wijanarto

Penikmat Sejarah Alumnus Magister Sejarah Undip Semarang

Legenda Sang Penghibur: Tan Tjeng Bok dalam Amatan Fandy Hutari dan Dedy Otara

Diperbarui: 11 Maret 2020   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tan Tjeng Bok | Dok. pribadi

Bajang-bajang bertali sutra

Ja sajang, ja nona

Bakarlah tulang sangit

Teks lagu keroncong, Bajang-bajang, pernah akrab di telinga pemujanya dan dilantunkan dari mulut seorang peranakan Tionghoa kelahiran Jembatan Lima Batavia tahun 1898. Julukan, "buaya keroncong" dilekatkan pada pria yang dikenal dengan nama : Tan Tjeng Bok

Tan Tjeng Bok adalah legenda dunia pertunjukan Indonesia. Ia menjadi bukti  soal reduksi seniman dalam kerja di medan industri budaya dan menciptakan jagad ekstase fiksi di Indonesia yang banyak digandrungi. Kisah kehidupannya yang terentang dari 1898 hingga tutup usia tahun 1985. Dari penderitaan hingga kejayaan menjadikan biografi Tan Tjeng Bok sama seperti panggung pertunjukan yang dilakoninya. Tak heran dalam pengantarnya sejarawan Didi Kwartanada merangkum episode hidup Tan Tjeng Bok dalam kalimat, "from rags to riches yet  back to rags in the end".

Tak banyak orang mengetahui, khususnya generasi kekinian, soal sosok dan kiprah Tan Tjeng Bok seniman serba bisa yang pernah dimiliki Indonesia. Bermula dari dunia tarik suara hingga menjadi awak tobong tonil kondang, Dardanella dan Miss Riboet.Setidaknya melalui buku ini, pembaca mengetahui soal berdarah-darah, pahit getir dan ironis kehidupan sang bintang panggung pertunjukan yang dijuluki Douglas Fairbank van Java, bintang film kesohor Amerika Serikat.

Dilahirkan dari keluarga peranakan Tionghoa dengan ayah bernama Tan Soen Tjiang dan  ibu Darsih, Tan Tjeng Bok hidup dalam keluarga yang menolak jalan pilihan sebagai seniman. Maka masa-masa kecil hingga remaja Tan Tjeng Bok dipenuhi dengan persoalan konflik keluarga terutama dengan ayahnya. Pilihan menjadi anak tobong merupakan komitmen Tan Tjeng Bok yang ia sadari.Walau sesudahnya ia menghadapi pukulan ayahnya dan berhadapan dengan polisi yang diutus pihak keluarganya (hlm 19). Pembaca akan disuguhkan cerita-cerita bak opera sabun. Kegetiran, kemalangan, kegigihan sesuatu hal yang ditemukan pada buku ini saat menjelujuri sosok Tan Tjeng Bok. Disamping sisi manusiawi Tan Tjeng Bok sebagai seorang manusia di tengah gemerlap industri hiburan di Indonesia periode awal abad XX.

Koloni Sejarah Industri Hiburan

Merekonstruksi sisi kehidupan Tan Tjeng Bok pada buku ini menyiratkan konstruk penulisan ihwal dinamika koloni sejarah industri hiburan. Sama seperti tokoh-tokoh penghibur kala itu, Tan Tjeng Bok bergabung dengan beberapa group tonil legendaris seperti group Dardanella. Sebelum akhirnya berpindah menjajal kemampuan di jagad perfilman dengan film pertamanya Srigala Item tahun 1941.

Hal yang tak boleh dilupakan tentu adalah kelompok tonil yang memiliki eksistensi dalam sejarah pertunjukan di Indonesia. Salah satunya kelompok Dardanella (lengkapnya The Malay Opera Dardanella) yang mewarnai panggung pertunjukan hiburan sandiwara dalam rentang 1926 hingga tahun 1935. Kelompok pertunjukan yang sah berdiri pada  21 Juni 1926 oleh Willy Klimanoff atau yang beken dengan nama A.Piedro. Melalui tangan dinginnya Piedro  banyak berhasil mencetak bintang-bintang panggung pujaan publik seperti Soetidjah ( dengan nama panggung Miss Dja), Astaman, Miss Riboet, Ferry Kok dan Tan Tjeng Bok sendiri. Mereka yang dijuluki The Big Five Dardanella. Tan Tjeng Bok sendiri bergabung dalam Dardanell tahun 1927 dan keluar tahun 1931.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline