Lihat ke Halaman Asli

Wahid Ilham Isnanto

Seorang pembelajar, penjelajah, dan pendekar kaumnya.

Peristiwa Tahkim (Arbitrase) Kaitannya dengan Kemunculan Pemikiran Kalam

Diperbarui: 13 Mei 2024   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dihasilkan oleh kecerdasan buatan "Microsoft Designer" pada 10 Mei 2024

Ilmu Kalam dalam Islam berawal dari peristiwa tahkim atau arbitrase antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Peristiwa ini tidak hanya memecah belah Islam dalam perkara pemerintahan, tetapi juga menggeser penafsiran teks agama yang memicu kemunculan aliran pemikiran kalam.

Pada masa kenabian, tidak ada perdebatan mengenai perkara akidah atau ketuhanan. Nabi Muhammad merupakan rujukan tunggal, dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan sahabat mengenai perkara ketuhanan. Namun, setelah wafatnya Rasulullah saw., aliran pemikiran Islam bermunculan. Ilmu Kalam kemudian muncul di zaman khulafaurasyidin terutama ketika terjadi perseteruan politik di masa Ali bin Abi Talib dan Muawiyah bin Abu Sufyan.

Peristiwa tahkim terjadi pada akhir perang Shifin tahun 657 M. Ini merupakan pertempuran antara kubu Ali dan Muawiyah. Karena kekuatan tempur dan strategi perang kedua belah pihak yang nyaris setara, diajukanlah tahkim atau perundingan untuk mengurangi jumlah korban yang berjatuhan. Arbitrase ini melibatkan pihak ketiga, yaitu Amr bin Ash dari kubu Muawiyah dan Abu Musa Al-Asyari dari kubu Ali bin Abi Thalib.

Setelah perundingan, utusan kedua belah pihak menyampaikan hasil arbitrase dengan sepakat untuk tidak berbaiat kepada Ali atau pun Muawiyah. Keputusan kepemimpinan umat Islam  dikembalikan kepada Majelis Syura di antara kaum muslimin sendiri. Inilah momen yang menjadi titik awal lahirnya Ilmu Kalam sebagai ilmu yang membahas masalah ketuhanan atau akidah dalam Islam.

Melalui tahkim ini, ada tiga (3) kelompok yang memiliki perbedaan pendapat, yaitu:

  • Mu’awiyah: Hasil tahkim menguntungkan Mu’awiyah, karena pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan dianggap tidak adil dan Ali bin Abi Thalib menerima seluruh syarat dari Mu’awiyah untuk mengakhiri peperangan.
  • Syiah: Kelompok Syiah menolak hasil tahkim dan menganggapnya tidak sah. Mereka tetap memandang Ali sebagai khalifah yang lebih berhak dan menolak otoritas Mu’awiyah.
  • Khawarij: Golongan ini muncul sebagai kelompok oposisi terhadap hasil tahkim. Mereka menolak kedua belah pihak dan menganggap Ali dan Mu’awiyah bersalah karena mengakhiri pertempuran dengan arbitrase.

Perbedaan pandangan antara pihak yang menerima hasil arbitrase (Mu’awiyah) dan pihak yang menolak (Syiah dan Khawarij) memunculkan pertanyaan tentang ketuhanan, keadilan, dan keabsahan otoritas.Setelah peristiwa tersebut, muncul berbagai aliran pemikiran kalam diantaranya Qadariyah. Jabariah, Asyariah, dan lain sebagainya.

Dalam perkembangannya, para mutakalim (ahli ilmu kalam) berusaha memahami dan membela keyakinan Islam melalui argumen rasional dan filsafat. Sehingga pemikiran kalam muncul sebagai disiplin ilmu yang memadukan teologi, filsafat, dan logika untuk memahami ajaran Islam secara lebih mendalam. Para mutakalim juga mengembangkan argumen-argumen yang mendukung keyakinan Islam dan merespons tantangan dari aliran-aliran lain.

Kesimpulannya, peristiwa arbitrase pada Perang Shiffin memainkan peran penting dalam munculnya ilmu kalam sebagai disiplin ilmu baru dalam ajaran Islam. Nurani Insight—pencerahan untuk setiap pelajar yang ingin lebih. Buka hati, luaskan wawasan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline