Jual beli ASI ataupun donor ASI sudah membuming di Indonesia terutama di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Surabaya, Batam, Semarang, Yogyakarta, Bandung dan beberapa kota bersar yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan adanya peraturan pemerintah mengenai pemberian ASI eksklusif dan kesadaran akan pentingnya ASI terhadap bayi. Yang tak kalah pentingnya lagi karena ASI mempunyai manfaat yang sangat kompleks terhadap bayi. Sehingga ASI merupakan satu-satunya makanan yang terbaik buat bayi.
Namun, ada beberapa ibu yang tidak bisa menyusui anaknya dikarenakan beberapa faktor, misalnya penyakit atau stress yang menimpanya sehingga ASI-nya tidak bisa keluar. Selain itu, adanya peraturan baru yang diberlakukan di rumah sakit tertentu mengenai bayi yang masih dirawat di rumah sakit tidak boleh diberikan susu selain air susu ibu. Hal ini tertuang dalam peraturan pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada Pasal 17 dijelaskan bahwa setiap instansi dilarang memberikan susu formula. Kemudian pada pasal 14 diperingatkan mengenai sanksi administratif apabila peraturan tersebut dilanggar.
Kemudian, para ibu melakukan beragam cara agar bisa memberikan makanan yang terbaik untuk anaknya yakni, dengan membeli ASI (mencari pendonor ASI). Sementara itu, ada beberapa ibu yang ASI-nya berlebih, mereka berinisiatif untuk mendonorkan ASI-nya dengan tujuan inigin membantu bayi-bayi yang tidak bisa mendapatkan ASI. Seperti yang pernah dilakukan oleh Iin (nama samaran) yang mampu mendonorkan ASI-nya kepada 100 bayi walaupun dia juga sibuk sebagai pegawai negeri sipil, sehingga dia mendapatkan penghargaan Kartini Award oleh organisasi Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT). Kasus lain juga pernah dilakukan oleh Titin (nama samaran), pendonor ASI untuk 25 bayi, dia mengonsumsi buah sebanyak 3 kg perhari, serta rutin berolah raga power yoga dan olah raga yang lainnya agar ASInya lancar. Pada tahun 2015 sempat viral di media mengenai artis cantik yang berinisial Je yang juga menjadi pendor ASI untuk 9 bayi.
Jual beli ASI ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam, karena ASI disamakan dengan daging manusia. ASI juga dianggap bukan harta benda yaitu tidak dibolehkan bagi kita mengambil manfaat (Intifa') dalam ASI, hanya dibolehkan dalam keadaan darurat bagi bayi yang tidak bisa memperoleh gizi dengan cara lain. Jadi apa yang tidak diperbolehkan mengambil manfaatnya tidaklah dianggap bagian harta seperti babi dan narkotika. Selain itu, ASI juga tidak dijual di pasar karena tidak dianggap bagian dari harta benda.
Analisis Permasalahan
Dalam sejarah Islam tradisi menyusukan bayi kepada wanita lain bukanlah sesuatu yang asing. Rasulullah sendiri ketika masih bayi juga menyusu kepada seorang wanita Arab Badui yang bernama Halimah al-Sa'diyah. Tradisi menyusukan bayi kepada wanita lain juga dipraktikkan pada zaman modern seperti yang terjadi di Indonesia. Namun perbedaannya yakni meyusu langsung dan tidak langsung (ASI-nya diperah ke dalam botol).
Dalam istilah fikih jual beli ASI disebut dengan al-bai'labn al-adami (menjual air susu manusia). Di kalangan para ulama klasik, persoalan jual beli ASI telah melahirkan perbedaan pendapat misalnya air susu yang sudah diperah dan dimasukkan ke dalam botol dikategorikan sebagai bangkai atau tidak. Dalam hal ini, penulis lebih spesifik menggali pendapat Madzhab Syafi'i terkait dengan praktek jual beli ASI yang terjadi di Indonesia.
Menurut pandangan mazhab Syafi'i, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh orang yang berakad, salah satu syarat yang sangat dipertegas oleh Imam Syafi'i yaitu adanya kerelaan (ridha). Artinya tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun untuk menjual barangnya maupun untuk membeli barang tersebut. Dalam hadis Nabi dikatakan "innamal bai'u an taradin"
Di lembaga penghimpun ASI di Indonesia diberikan syarat yang sangat ketat terkait proses pendonoran ASI. Syarat tersebut antara lain: Pertama, seorang ibu yang tidak mengidap menyakit (HIV, AIDS, cacar air). Kedua, bukan pengguna narkoba. Ketiga, harus adanya kerelaan untuk menjadi ibu susu (tidak ada unsur paksaan). Keempat, mendapatkan izin dari suami. Keempat syarat tersebut bahwa dalam mendonorkan atau menjual ASInya tidak ada unsur paksaan.
Syarat lain yang harus dipenuhi juga yakni mengisi formulir tentang identitas dirinya yang meliputi; nama, alamat, agama, dan jenis kelamin anaknya. Dalam hal ini terlihat bahwa praktik jual beli ASI di Indonesia masih ada unsur kekeluargaan sehingga bisa saling mengenal antara pendonor dan penerima donor ASI, dengan demikian identitas pendonor dan penerima donor menjadi jelas. Kejelasan identitas ini berkaitan dengan hukum kemahraman.
Selain itu, praktik jual beli ASI yang terjadi di Indonesia biasanya sudah dikemas dalam sebuah botol dan disertai jumlah banyaknya ASI misalnya 30 cc, atau dijual perbotol, hal ini untuk memperjelas ukuran atau jumlah ASI yang akan dijual artinya jual beli ASI di Indonesia tidak tergolong. Karena, Islam sendiri melarang melakukan jual beli secara garar, yakni jual beli yang samar atau tidak jelas. Dalam sebuah hadis dijelaskan: "naha an bai' al-gharar".