Memasuki pertengahan tahun 2017, yang menjadi perbincangan hangat di negara Indonesia ialah persoalan dana haji yang akan diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Polemik ini bergulir tepatnya pasca pelantikan Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) oleh Presiden Jokowi pada tanggal 26 Juli 2017 lalu. Pada momen pelantikan itu, Presiden menyampaikan ide agar dana haji bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur. Ide ini ternyata menimbulkan kontroversi karena sebagian masyarakat berpendapat bahwa dana haji tidak boleh diinvestasikan untuk infrastruktur dan ada pula yang mendukung dengan sejumlah argumentasinya.
Sebelum berbicara panjang lebar terkait masalah dana haji yang akan diinvestasikan, sebenarnya apa sih dana haji itu? Dalam UU No. 34 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.
Setiap calon haji harus setor dana sejumlah tertentu agar mendapatkan jatah "kursi" untuk berangkat. Uang tersebut mengendap sampai pemilik uang berangkat, bisa 2,5,8,10 atau bahkan 15 tahun. Selama ini, masyarakat menyetor uang dana haji tersebut kepada bank baik konvensional maupun syariah, sehingga bank mengeluarkan produk tabungan haji.
Tabungan haji yang ada di bank tidak mungkin didiamkan begitu saja oleh pihak bank. Bank akan memutar uang tersebut kepada nasabah lain, misalnya dalam bank konvensional disalurkan untuk kredit dan di bank syariah disalurkan untuk pembiayaan. Artinya, hasil dari bagi hasil (bunga) yang didapatkan dari penyaluran dana haji ada yang didapatkan dari hasil yang berbasis riba (dalam bank konvensional) dan usaha berbasis syariah (dalam bank syariah).
Dengan adanya BPKH, diharapkan seluruh dana haji bisa dikelola pada instrumen yang sesuai syariah, baik dana yang boleh diinvestasikan maupun dana yang dialokasikan untuk operasional ibadah haji tahun berjalan. Berdasarkan data audit 2016, jumlah dana haji mencapai Rp 95,2 triliun, yang berasal dari setoran awal, nilai manfaat, dan dana abadi umat. Diperkirakan, pada akhir 2017 ini, dana haji mencapai Rp 100 triliun. Dari jumlah tersebut, alokasi dana yang bisa diinvestasikan kurang-lebih mencapai Rp 80 triliun atau 80 persen dari total dana haji. Dana inilah yang kemudian akan dikelola oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2014.
Dalam UU No. 34 Tahun 2014 dijelaskan bahwa BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Pada pasal 24 UU No. 34 Tahun 2014 ditegaskan bahwa BPKH diberikan kewenangan untuk menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat; dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan Keuangan Haji.
Penulis melihat dari dua faktor yang menjadi kegelisahan masyarakat terkait wacana dana haji yang akan diinvestasikan untuk pembangunan masyarakat, pertama, persoalan fikih terkait kejelasan akad yang dipakai dan kedua kejelasan penggunaan dana haji untuk diinvestasikan ke sektor yang menghasilkan keuntungan, tentunya sektor yang berbasis syariah.
Salah satu jenis pembiayaan yang bisa terus ditingkatkan pengelolaannya adalah pembiayaan untuk infrastruktur. Instrumen pembiayaan infrastruktur pun sudah lengkap. Sudah ada sukuk, yakni sejenis obligasi berbasis syariah yang dijalankan dengan akad jual-beli atau sewa atau kongsi.
Sebenarnya sejak 2009, sebagian dana haji sudah ditempatkan di Sukuk negara. Sehingga pada tahun 2014 diterbitkan undang-undangnya yakni UU No. 34 Tahun 2014 yang mengatur tentang pengelolaan keuangan haji. Agar optimal, dana haji harus diinvestasikan tapi dengan skema yang aman dan sesuai prinsip syariah. Sukuk menjadi pilihan pemerintah, penulis sepakat dengan hal ini karena sukuk adalah instrumen investasi yang resikonya relatif kecil dan sesuai prinsip syariah.
Skema yang digunakan adalah jual-beli aset ke BPKH, dilanjutkan dengan skema sewa-menyewa oleh pemerintah dan diakhiri dengan jual-beli aset kepada pemerintah. Skema investasi jenis ini lebih bisa dikendalikan karena menggunakan skema transaksi jual-beli manfaat yang nominal keuntungannya memang sudah bisa ditentukan sejak awal transaksi.
Di satu sisi, investasi dana haji melalui sukuk ini akan jauh lebih aman karena agunannya adalah aset negara. Di sisi lain, pemerintah juga senang karena memperoleh dana segar untuk pembangunan.