Lihat ke Halaman Asli

Lagu Cinta dan Kehilangan terindah

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Waktu kecil, saya sering mendengar lagu-lagu Oom Ebiet G. Ade dari kaset-kaset koleksi ibu saya. Saat itu jangankan penyanyi anak-anak, penyanyi dewasapun masih sedikit, dan dari yang sedikit itu mereka punya lagu-lagu hits dari setiap album yang dikeluarkan.

 

Saat itu saya belum kenalan dengan cinta-cintaan. Karena itu walaupun mendengar lagunya, tapi tidak mengerti artinya. Namun karena nada dan melodinya enak didengar, ditambah lagi dengan petikan gitar di antara lagunya, membuat saya akrab dengan lagu Camelia yang berseri dan fenomenal (setidaknya menurut saya). Dari potongan memori yang teringat samar, konon lagu Camelia yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Ebiet  adalah kisah nyatanya. Entah benar atau tidak, karena saat itu belum ada infotainment yang bisa mengorek cerita para selebritis.

 

Saya kumpulkan lirik-lirik lagu Camelia 1 sampai 4. Sebagian masih jelas teringat, sebagian lagi agak terlupa. Dan sesuai dengan urutannya, lagu itu diawali dengan angan dan mimpi Ebiet tentang gadis bernama Camelia (1).

 

Dia Camelia, engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi di setiap tidurku
datang untuk hati yang kering dan sepi
, agar bersemi lagi,
hmm … bersemi lagi
Kini datang mengisi hidup,
ulurkan mesra tanganmu
bergetaran rasa jiwaku
,
menerima harum namamu
Camelia oh Cameli
a...”

 

Setelah pernah kenal dengan cinta, dan kebetulan mendengar lagi lagu ini, maka bisa ngerti gimana rasanya mendamba sampai terbawa mimpi, dan paham dengan rasa jiwa yang bergetar. Lalu berlanjut dengan kerinduan Ebiet tentang Camelia (2) yang masih terangkai dengan manis namun dalam dan sederhana, jauh dari lebay.

 

“Gugusan hari-hari indah bersamamu, Camellia
Bangkitkan kembali rinduku mengajakku ke sana
Ingin ku berlari mengejar seribu bayangmu, Camellia
Tak perduli kan ku terjang, biarpun harus kutembus padang ilalang
Tiba-tiba langkahku terhenti, sejuta tangan telah menahanku
Ingin ku maki mereka berkata, tak perlu kau berlari
Mengejar mimpi yang tak pasti, hari ini juga mimpi
Maka biarkan ia datang di hatimu, di hatimu...”


Melodinya lumayan sedih tapi jauh dari mendayu-dayu. Kalau divisualkan, mungkin adegan yang tepat adalah seorang laki-laki berlari-lari slow motion dan terhenti di atas bukit ilalang, mencari-cari sosok Camelia yang menghilang.

 

Lalu di Camelia (3) Ebiet menuliskan kesadarannya yang terlambat untuk membaca makna. Tapi memang, siapa yang bisa baca pertanda di depan? Setelah seseorang pergi, barulah kita bisa tau bahwa pertanda itu adalah firasat yang ditinggalkan.

 

“Di sini, di batu ini, kan kutuliskan lagi, namaku dan namamu
Maafkan bila waktu itu, dengan tuliskan nama kita, kuanggap engkau berlebihan
Sekarang, setelah kau pergi, kurasakan makna tulisanmu
Meski samar tapi jelas tegas, engkau hendak tinggalkan kenangan, dan kenangan
Di sini, di kamar ini, yang ada hanya gambarmu, kudekap erat

dalam tidurku, dalam mimpiku...”

 

Nada lagu ini datar, tapi sedih. Perih juga, karena hanya bisa menatap gambar dan memeluk dalam tidur dan mimpi. Auucchh..

Hingga akhirnya, sampai ke lagu Camelia (4) yang musik awalnyapun termasuk ‘menakutkan’, seperti suara deru angin kencang. Visualisasinya mungkin saat hari siang tapi mendung tebal menghitam dan angin bertiup kencang di suatu padang yang kosong dan luas. Inilah lagu kehilangan karena kematian, semua perasaan tertumpah di sini. Doa, hening, pasrah, rindu, sedih, gelisah, tanya, sepi dan menjerit.

Batu hitam di atas tanah merah, di sini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
, b
erlutut dan berdoa
Surgalah di tanganmu, Tuhanlah di sisimu

Kematian hanyalah tidur panjang, maka mimpi indahlah engkau, Camelia, Camelia
Pagi engkau berangkat hati mulai membatu
, m
alam kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak di lautan
, m
enambah rindu dan gelisah
Adakah angin gunung, adakah angin padang
,
mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
dan membebaskan nasibku
, dari belenggu sepi?...”


Lalu, siapakah Camelia? Apakah Camelia itu benar-benar ada? Sepertinya tidak penting lagi untuk dibahas, toh sekarang Oom Ebiet sudah bahagia dengan sang istri, Yayuk Sugianto dan 4 orang anaknya.

Sepanjang yang saya ingat, lagu kehilangan karena kematian juga dinyanyikan ST12, ‘Saat Terakhir’, sedikit terasa mellow-nya. Menurut telinga saya, Camelia 1-3 adalah rangkaian cinta yang indah, walau harus ditutup dengan Camelia 4 yang juga adalah lagu kehilangan terindah karyanya. Setelah minggu lalu muncul membawakan lagu ciptaan bersama SBY di MetroTv, mudah-mudahan ada karya lain lagi dari penyanyi yang lebih suka disebut sebagai penyair ini. Nggak heran, rangkaian lagunya puitis nian...

Selamat berakhir pekan...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline