Lihat ke Halaman Asli

Dari JPO ke JPO Lagi...

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1347348651612599098

[caption id="attachment_211713" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi : Pejalan kaki melewati lapak pedagang kaki lima di jembatan penyeberangan orang (JPO) Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (12/11/2010)./Admin (KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES)"][/caption] Siapa suruh datang Jakarta? Tidak ada yang menyuruh, tapi magnetnya memang kuat. Biasanya berawal dari niat merubah nasib, maka mencoba peruntungan ke Jakarta. Pada awalnya, saya tidak terpikir untuk akhirnya memilih Jakarta sebagai tempat mencari nafkah. Yang saya tahu saat itu, Jakarta itu hareudang kata orang Sunda. Para pekerja kantoran harus berdesak-desakan di angkutan umum. Sungguh suatu hal yang sangat tidak nyaman. Garis tangan manusia, tidak ada yang bisa membaca. Hingga akhirnya saya diterima bekerja dengan mudah. Melamar dan dipanggil di waktu yang tepat. Siapa sangka, sudah sewindu saya di sini. Yang dulu saya bayangkan tidak nyaman, sekarang menjadi hal yang biasa-biasa saja. Hareudang, itu biasa, namanya juga Jakarta. Berdesak-desakan di metro mini ya biasa juga. Di tengah hirup pikuk suasana politik menjelang Pilkada putaran 2 beberapa hari lagi, saya baru menyadari bahwa Jakarta lebih ramah dibanding Bandung, kota kelahiran saya. Bagaimana bisa? Ya,setidaknya dalam hal jembatan penyeberangan orang. Sebagai orang yang senang berjalan kaki, saya tidak dipusingkan dengan urusan menyeberang jalan, karena di Jakarta banyak sekali Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Walau jaraknya sedikit lebih jauh dari tempat yang saya tuju, namun saya lebih memilih lewat JPO daripada menyeberang di jalan. Belum lagi dengan semakin banyaknya pengendara sepeda motor dan arogansinya yang terkenal itu membuat saya memilih JPO saja. Tapi, tentunya JPO-JPO itu masih banyak kekurangannya, antara lain : 1.       JPO belum digunakan penuh sebagaimana peruntukkannya. Banyak yang setengahnya digunakan untuk menggelar dagangan. Sisa setengahnya dibagi dua lagi untuk yang berhenti melihat-lihat atau membeli dagangan itu dan pejalan kaki yang menyeberang. Sangat tidak nyaman. Contohnya JPO Blok M. 2.      JPO jadi tempat atau mungkin rumah kedua para pengemis, terutama ibu dan anak batitanya. Saya sampai hafal muka-muka mereka yang duduk di sisi JPO dengan membawa perlengkapan untuk si bayi. Banyak ditemukan di JPO Busway Polda dan Depkes. 3.      JPO-nya kotor dan penuh sampah teronggok di pinggir atau sudutnya. Sangat tidak enak dipandang. Contohnya JPO Busway Cempaka Mas. 4.      JPO yang di malam hari minim penerangan,sehingga menimbulkan rasa takut untuk melintasinya, apalagi jika pergi sendirian. Contohnya dimana ya? Saya nggak pernah nyebrang malem-malem J 5.       JPO yang tangganya curam. Untuk menaikinya memerlukan tenaga ekstra karena jarak antara anak tangga satu ke anak tangga lainnya cukup tinggi. Tidak direkomendasikan bagi mereka yang menderita nyeri sendi lutut dan kaki. Contohnya JPO Senen belakang Terminal Senen. 6.       JPO yang sangat panjang, yang membuat lumayan lelah dan haus. Contohnya JPO Busway Semanggi. Kalau lagi pulang ke Bandung, pastinya saya tetap teruskan hobi saya jalan-jalan atau jalan kaki dan selalu dipusingkan dengan urusan menyeberang, karena sepanjang yang saya tahu, dari dulu sampai sekarang, hanya ada 4 jembatan penyeberangan yaitu di sekitar Kebon Kawung (entah masih berfungsi atau tidak), satu di Kings Plaza, satu di depan BIP Jalan Merdeka dan satu lagi di depan Metro By Pass. Dua JPO terakhir jenisnya kurang lebih sama dengan JPO Senen, curam.  Bahkan yang di Metro, sisi-sisinya tertutup papan iklan yang besaaaar sekali, milik rokok merk alat jahit berwarna tersebut. Jangankan di malam hari, sore haripun agak waswas melewatinya, karena suka ada gerombolan anak punk nongkrong di sana. Bagaimana jika terjadi sesuatu saat melintasinya, sementara JPO itu gelap dan tertutup papan iklan tersebut? Mungkin ini yang menjadi alasan para penyeberang jalan untuk menyeberang tidak di JPO-nya, walaupun harus berjuang dan ekstra hati-hati atas kemungkinan munculnya setan motor secara tiba-tiba dari samping mobil yang memberi kita kesempatan untuk lewat. Kembali ke Pilkada, mungkin pemimpin senangnya berpikir tentang proyek-proyek yang canggih, mengira sudah menyentuh semua lapisan masyarakat. Nyatanya? Yang dibutuhkan oleh orang-orang kecil kebanyakan adalah hal-hal yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya,ya  JPO itu. Sudahkan fasilitas umum yang sudah ada dijaga dan dirawat dengan baik sehingga aman dan nyaman digunakan? Sudahkan pedagang kecil diberikan tempat sehingga tidak menempati sarana umum yang ada? Sudahkah para penyandang masalah sosial tersebut dibina? Sudah atau belum????




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline