Tombang Mudiak,sebuah daerah yang terletak 47 kilometer ke arah timur Simpang Ampek,ibu kabupaten Pasaman Barat.Kalau dihitung dari Kota Padang,sekitar 235 kilometer.Mengapa daerah ini menjadi sulit untuk dilupakan?
Oktober 2010,saat awal melangkahkan kaki kesini.Menggunakan kendaraan operasional Program Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat)kami menuju arah Kecamatan Talamau.Setelah hampir satu jam,kami masuk ke daerah Bateh Samuik (daerah terakhir yang bisa dilalui kendaraan roda empat standar).Tombang Mudik masih 90 menitan lagi,walau jaraknya cuma 8 kilometer lagi (ini bukan karena macet seperti di ibukota,tapi medan jalannya yang luar biasa),untuk melanjutkan perjalanan,kami dijemput masyarakat Tombang Mudiak menggunakan kendaraan roda dua.Sepanjang perjalanan yang menurut saya hanya pantas dilalui kendaraan motorcross,saya berbincang dengan Ateng,dia berujar ‘kalau kamaghi pak,onda ko paliang ndak ado ghantai seghap duo’ (kalau kesini,harus bawa rantai motor serep minimal dua),karena melihat medan sangat beralasan kalau rantai motor berpotensi rusak.Taukah anda?dari Pasar Talu yang hanya berjarak 16 km,ongkos ojegnya Rp 100 ribu.Dua kali menyebrangi sungai kecil,kami memasuki jalan menanjak memasuki perkampungan.
Terlihat mayoritas rumah penduduk di kampung ini terbuat dari kayu,jalanan tanah meliputi Tombang Mudik ini.Setelah berbasa basi dengan tokoh masyarakat setempat,kami menemui bidan desa Anisa untuk mengidentifikasi kebiasaan penduduk disini terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan air bersih.Masyarakat disini,semuanya beraktifitas di sungai pak,ujar Anisa.Mandi,mencuci,sampai mata pencarian pun penduduknya terpusat di sungai,dan beberapa lagi ke ladang. Air untuk diminum,mereka harus berjalan 2 kilometer setiap hari menuju mata air untuk mengambilnya.
Setelah istirahat satu malam,keesokan harinya kami menuju SD yang ada disana,tidak sedikit yang tanpa alas kaki pergi ke sekolah.Mereka begitu gembira melihat kedatangan kami,hanya untuk menunjukkan bagaimana cara mencuci tangan memakai sabun.Mereka berebut,hingga tiada terasa,acara demonstrasi itu selesai.Sore menjelang,saatnya harus kembali ke ibukota kabupaten,sepanjang jalan pulang,didalam benak ini sangat berharap agar air dan kegiatan perilaku hidup bersih dan sehat dari Program Pamsimas yang kami fasilitasi,bisa dinikmati oleh 450 jiwa yang ada disana,miris dan sedih.
Dua bulan kemudian,saatnya memastikan sarana air bersih benar-benar berfungsi serta memonitoring perilaku masyarakatnya,apakah mereka sudah tidak lagi buang air besar sembarangan?apakah mereka sudah membiasakan mencuci tangan pakai sabun?rumah demi rumah saya masuki,mereka sudah membuang hajat pada tempatnya berbarengan dengan telah berdirinya kran umum diwilayah kampung mereka dan berfungsi.Keesokan harinya diadakan lomba cerdas cermat,sang pemenangnya berekspresi mengalahkan ekspresi Maldini mengangkat tropi Liga Champion tahun 2007,itulah kepolosan dari anak-anak kampung.
Sore itu,aku duduk tepaku di tangga kayu seorang warga dekat kran umum,anak-anak mandi dengan riangnya,disisi kran lain,ibu-ibu mengambil air untuk dimasak.Tidak terasa mataku mulai basah.Itulah aku sadar bahwa pekerjaan ini tidak hanya materi,kepuasan melihat bermanfaatnya pekerjaan kita oleh orang banyak lebih daripada materi.
Tombang Mudiak,mungkin tidaklah sering aku kesana,tapi dijiwa ini terbayang kenangan manis,tawa canda polos anak-anak itu.Kapan dan kapan aku kesana lagi
(Special thanks for Pamsimas Pasbar 2008-2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H