Lihat ke Halaman Asli

Di Bawah Bulan yang Munafik

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dark and Light

[caption id="" align="aligncenter" width="720" caption="Dark and Light"][/caption] “malam ini ku menangis” “malam ini ku meratap”

Sejuta bayang berlarian di kepalaku. Terdengar jerit-jerit kecil yang menuntut balas. Bintang terpaku sementara bulan menjemput nyawa tertidur. Kupapah wajahku di pangkuan punggung tanganku. Ada letih bergelayut memberatkan gerak kepala yang enggan mencerna malam.

Jemariku berbalik, sejujurnya ingin menunjuk bulan di atas jendela. Ingin menunjuknya tanpa ragu. Menyalahkan diamnya yang tak mengangkatku dari sunyi yang pahit. Bulan memang munafik sejati yang tak berubah wajah sekalipun pembantaian dan penyiksaan terpajang di hadapannya. Bulan seperti tak beradab membiarkan semua itu berlangsung tanpa empatinya. Terangnya seperti menghina, bulatnya seperti menertawakan. Dasar kau munafik tak kenal malu, begitu jariku menghujam ke arah purnama dengan keras.

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Di sela-sela rambut ini, aku menderu dalam kekesalan. Angin tiba-tiba berhenti, daun jendela pun seperti merinding tak berani berderit lagi. Mataku menyalahkan penglihatanku, telingaku memaki kesunyian yang amat menusuk. Apa tak ada mereka yang mampu menemani amarah dan kebencianku? Langit mengapa berbintang sedang aku ingin lenyapkan seisi bumi busuk ini? Bulan mengapa membulat sementara mulutku ingin menerkam manusia di bumi busuk ini? Angin mengapa berhenti bertiup sementara aku hancur terbanting tak karuan? “kau pergi, ku sendiri” “kau pergi, seakan tak ada lagi”

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Bahuku berayun keras. Mataku seperti tak berhenti berputar. Mantra dan binatang seperti memenuhi mulutku. Sumpah serapah membalas remasan antar jemariku. Aku benci semua kejadian ini! Dadaku bergemuruh dan bahuku terayun keras. Sekujur tubuh remuk dari dalam. Aku pernah diterjang tamparan dan amukan, tapi yang ini lebih terasa menjijikkan. Melihat diri digerogoti dari dalam seperti sakit sang pecandu. Menjadi bangkai. Aku habis! Aku mampus! Aku Sakit! “selamanya kau tak kembali” “selamanya kau tak di sini”

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Tertinggal… jauh sudah ku tertinggal. Tak adakah hal lain yang bisa kau bawa pergi? Selain jiwa ku yang pernah menghuni tubuhku? Begitu habis kau hisap aku seperti haus. Dan mengapa engkau tak datang dari luar sana? Mengapa engkau datang dari dalam sini?? Seperti kanker yang menghabisi aku dan darahku sendiri. Menghabiskan puas seisi badanku tanpa aku bisa melihat sendiri wujudmu. Busuk sekali caramu mencabikku dari dalam tubuhku sendiri. Kau telah tahu aku begitu kosong tanpa ingatan ketika asyik dijilat mulutmu! Kau sungguh wujud paling licik yang lapar!!

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Beberapa Bulan Sebelumnya:

“sejujurnya yang ada, Cuma kamu”
“sejujurnya di hati Cuma kamu”
“sejujurnya berjanji Cuma kamu”
“Sejujurnya kan pasti Cuma kamu”
“yakin tak sedikitpun terbagi”
“yakin tak sedikit pun berpaling”

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Tokoh Utama            : Fiktif
Penulis Prosa: @wiedesignarch
Penulis Lirik Lagu: @wiedesignarch
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline