Lihat ke Halaman Asli

Diberinya Untukku Jarak, Waktu dan Nyamanku

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada yang namanya nyaman dalam bayanganku kini. Semua sudah terlanjur tak lagi nyaman sebenarnya. Makanya lebih baik begini saja, menerima ketidaknyamanan yang melilitku. Sebelum ku berangkat kantor tadi pagi, dia ku angkat teleponnya semata untuk mendengar apa yang ingin sekali dibicarakannya... Dan memang, akhirnya terucap juga keinginanku untuk meminta jarak darinya itu. Sekali lagi, perjalanan baru dimulai. Berat dan kali ini, biarlah sakit dan ketidaknyamanan menjadi berkali lipat. "Baiklah  aku gak bisa ngapa2in. Silakan ambil waktumu, jarakmu juga nyamanmu. Ingatlah bahwa aku ada selama ini buat bantu kita belajar. Aku cuma minta kasih kesempatan itu saja. Tolong direspon." today, 08.33 am Kini aku beruntung bisa mengenal lagi ruang rahasiaku yang selama ini terlantar ketika aku terlalu banyak menghabiskan hari dan harapan pada satu sosok yang itu saja. Rasanya bukan motivasi yang menjadi pengaruhnya terhadap aku dan siapa aku. Aku kian tenggelam, hariku seperti rutinitas semata dan itu menakutkanku. Dia tak pernah banyak bisa mengkoreksi apa yang sudah aku lalaikan. Shalatku, doaku, ngajiku, shaumku, dan terutama ketekunanku berkarya. Dia sibuk, oleh (seperti yang aku takutkan) survivalnya semata, dan itu telah memberatkannya terlalu banyak. Dia mengatakan kalimat yang bernada lambat dan terlalu betah memegang kalimat itu-itu saja. Aku ingin beranjak selagi dia telah belajar tentang hidupnya begitu beratnya, agar kami sama-sama berjalan dalam melewati ujian. Tapi aku kalah, ketika dia begitu terfokus pada penghayatannya tanpa mampu menjadi pecut dan ilham untukku juga. Dia lalaikan meng-imam-i aku, dan terlalu sibuk menjadi hamba sahaya. Sedang aku, tak pernah rela dilepas begitu saja dari niat baikku menjadi hamba sepertinya. Dan sungguh, memang benar, aku tak bisa selamanya bergantung dan menunggunya menjadi imam sederhana untuk aku dan perubahanku. Dia bahkan seperti menjadi elemen pengalih perhatianku terhadap apa yang aku cari setelah aku berhasil menemukan Tuhan dalam damai dan pasrahku. Tuhan itu hakiki, dan aku mencari kehakikian seorang pembimbing dengan cara yang salah amat salah. Aku pikir, aku harus terjaga selekasnya sebelum aku kembali seperti dahulu : amat sangat terlambat dan terlanjur hampa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline