Kerjaan menumpuk hari ini. Target yang harusnya tercapai 2 bulan lalu sampai dengan hari ini belum terselesaikan. Kata orang ini speedGod, kata hati saya menenangkan diri. Rejeki sudah ada yang atur, tindakannya sama, namun hasilnya bisa berbeda, kira kira itulah yang dimaksud SpeedGod. Lebih mudah ngomong memang, hati berontak gak menerima, huff... Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30. Asyiiiik, sebentar lagi bisa pulang. Mematikan laptop, merapikan meja kursi dan siap siap go home. Tiba tiba si Samsxng berbunyi. "Pak Sigit selamat sore, ada kabar apa Pak, "tanya saya menjawab telpon dari Pak Sigit, direktur saya yang saat ini sedang bertugas di Kalimantan. Semoga dapat client baru, aamiin, batin saya.
"Pak Wi, saya baru dapat calon client dari Samarinda Pak, namanya Pak Bram, beliau mau minta penawaran kita untuk menjadi konsultan mereka. Mohon izin Pak, nomer Bapak saya kasihkan ke Pak Bram, "kata Pak Sigit dan langsung saya iyyakan. Senin pagi akan saya follow up karena hari ini sangat lelah rasanya. Sepuluh menit berlalu, wa berbunyi, Selamat Sore Pak Wi, saya Bram dari Samarinda. Gak jadi pulang deh. Tetapi gakpaplah, inilah tugas negara, maksudnya tugas dalam rangka ikut mengembangkan fintech di Indonesia. Panjang lebar obrolan saya dengan Pak Bram lewat telpon, beliau adalah seorang pengusaha dari Samarinda yang akan melakukan investasi dengan membangun perusahaan fintech peer to peer lending. Beliau minta pendampingan kami, Indonesia Fintech Institute dimana saya diberi amanah menjadi direktur eksekutif. Siap Pak, Senin pagi proposal akan saya kirimkan ya Pak, dengan senang hati jika Bapak dan tim memberikan amanah kepada saya.
Alhamdulillah, ini adalah client saya yang entah sudah keberapa. Pikiran melayang teringat 12 belas tahun lalu. Sebagai orang yang sangat getol untuk belajar program komputer, hati saya tergerak untuk mendirikan perusahaan jasa pembayaran. Lulusan ekonomi manajemen tetapi passionnya di program komputer, mungkin begitulah jalan hidup. Visa dan MasterCard, kuat sekali mereka, saya harus bisa membangun perusahaan seperti itu.
Microsoft, Google, Alibaba banyak yang bermula dari garasi, saya harus bisa kata hati saya, meski sekarang saya baru paham, itu tindakan gila. Dengan sedikit modal yang saya punya berdirilah Prime Access Card. Bandung, Yogyakarta, Surabaya. Disitulah temen temen direksi dan programmer saya bekerja. Sebulan harus jadi, karena modal yang sangat mepet, bisa jebol jika anak anak tidak segera menyelesaikan pekerjaan mereka. Tidak seperti perkiraan saya, satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan terus berjalan berlalu begitu cepat. Tanpa hasil yang jelas. Menggunakan banyak API ternyata pekerjaan yang sangat sulit waktu itu, tidak seperti sekarang, alasan dari anak anak.
Habis kesabaran saya, habis modal saya kalau seperti ini terus. Di ruang kecil kantor saya, ditengah keputus asaan saya, saya buka Linkedin, sosial media profesional yang pertama kali dikenalkan oleh temen dari Thailand. Innotribe Startup Challenge ada di halaman Linkedin saya. Apa ini, tanpa disadari tangan langsung mencari ke Google. "Innotribe Startup Challenge menciptakan peluang bagi para pemula teknologi keuangan muda diseluruh dunia untuk memamerkan produk mereka dan menerima bimbingan dan bimbingan ahli. Innotribe Startup Challenge akan menerima aplikasi dari perusahaan-perusahaan FinTech diseluruh dunia, "kata Mbah Google. Aplikasi Prime Access Card belum jadi, tetapi peluang didepan mata. Gak pentinglah menang atau tidak, toh semua butuh jam terbang. Dengan maksud uji coba, aku putuskan mulai memasukkan Prime Access Card dalam ajang tersebut. Sebulan tanpa kabar. Dua bulan tanpa kabar, ya sudahlah.
Dan ternyata bulan ke tiga angin segar itu datang. Berdasarkan penilaian awal, perusahaanku masuk dalam 16 besar yang harus mengikuti seleksi di Singapura. Kerja keras belum terbayar, namun setidaknya pengakuan dari dunia ada. Prestasi luar biasa dari seorang anak desa seperti saya. Tercatat dalam sejarah Innotribe Startup Challenge. Meskipun untuk tahap selanjutnya tidak lolos, tetapi tidak apalah. Yang penting sudah mencoba yang terbaik. Kalah di event itu. Tetapi justru inilah babak baru dalam hidup saya terjun sebagai konsultan perusahaan financial technology. Dua belas tahun telah kami jalani pekerjaan itu.
Pertumbuhan perusahaan financial technology sangat cepat, apalagi akhir akhir ini banyak bank dan lembaga keuangan yang menganggap fintech adalah momok dan perusahaan pembunuh mereka. Dengan semangat menjadi pusat pelatihan dan pendampingan fintech, tahun 2010 bersama dengan teman teman yang satu visi, kami mendirikan Indonesia Fintech Institute dimana saya dipercaya sebagai Direktur Eksekutif. Sebuah keberuntungan mungkin, di mesin pencari Google kami selalu muncul teratas untuk keyword fintech institute untuk pencarian keyword itu diseluruh dunia
Entah berapa perusahaan fintech dari dalam dan luar negeri yang sudah menjadi client kami. Ada peer to peer lending, financial aggregator, pinjaman online, crowdfunding, equity crowdfunding telah kami tangani. Pahit manis telah kami lalui, bahkan yang paling pahitpun pernah kami alami, namun inilah bagian dari perjuangan kami untuk negeri tercinta. Maju teruslah financial technology di Indonesia, saya dan kami di Indonesia Fintech Institute akan terus berjuang bersama, untuk meningkatkan technology dan inklusi keuangan di Indonesia.
Sampai ketemu di Samarinda Pak Bram
Yogyakarta, 14 Maret 2020
WT Harjono, Direktur Eksekutif Indonesia Fintech Institute, Praktisi, Konsultan dan Ahli Fintech di Indonesia