Perdagangan saham menunjukkan kinerja yang bagus di tahun 2014. Kapitalisasi bursa saham Indonesia tercatat naik 23,91 persen menjadi 5.228 triliun rupiah sepanjang perdagangan saham tahun lalu. Dengan demikian, terjadi kenaikan 1.009 triliun rupiah dibandingkan tahun 2013 di mana saat itu kapitalisasi pasar tercatat 4.219 triliun rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan 22,29 persen, ditutup di level 5.226. Dengan demikian, terjadi kenaikan signifikan karena di tahun 2013, IHSG ditutup di level 4.274 atau melemah 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Analis saham MNC Securities, Reza Nugraha, menuturkan kenaikan kapitalisasi sebesar 1.009 triliun rupiah dan pertumbuhan IHSG mencerminkan kondisi ekonomi yang membaik. Banyaknya emiten yang melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham juga turut berkontribusi. Terlebih harga saham emiten menunjukkan kenaikan.
“Bukan hal aneh kalau kapitalisasi naik. Pertumbuhan IHSG lebih tinggi dibanding Dow Jones yang 7–8 persen,” ungkapnya kepada Koran Jakarta, Kamis (1/1).
Kenaikan kapitalisasi pasar terjadi di tengah penurunan rata-rata nilai transaksi harian. Nilai transaksi harian turun menjadi 6,005 triliun rupiah dibandingkan dengan nilai transaksi harian rata-rata periode yang sama tahun lalu 6,238 triliun rupiah. Sementara jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), belum melampaui atau kurang dari 1 kali PDB. PDB Indonesia tercatat 9.084 triliun rupiah.
Pada 2012, kapitalisasi pasar saham 50 persen dari PDB, sementara pada 2014 turun menjadi 44 persen. Angka tersebut jauh dari rasio negara regional.
Hal itu masih kalah dari rasio kapitalisasi bursa negara ASEAN lainnya. Kapitalisasi pasar saham Singapura 300 persen dari PDB, sementara 126 persen di India, bahkan Malaysia telah capai 100 persen dibanding PDB.
Analis saham PT Anugerah Sentra Investama, Yusuf Nugraha, menjelaskan kenaikan kapitalisasi pasar dikontribusi oleh 24 emiten yang IPO, obligasi, dan rights issue yang banyak dilakukan oleh emiten properti dalam rangka menambah modal. BEI mencatat rights issue berkontribusi terhadap kapitalisasi sebesar 34,56 triliun. Sementara dana raihan IPO terkumpul 8,49 triliun rupiah.
Namun demikian ternyata nilai kapitalisasi saham ini berbanding terbalik dengan perusahaan perusahaan BUMN. Dengan nilai kapitalisasi yang sedemikian besar itu sebenernya BUMN tidak perlu memangkas setoran deviden, tetapi membangun sinergi yang baik dengan perusahaan lain. Sebagaimana kita ketahui bahwa Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memberi sinyal pemerintah akan memangkas setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tahun anggaran 2015 sebesar Rp9 triliun. "Ya sekitaran itu (Rp 9 triliun) memang," ujar Bambang, di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (7/1/2015).
Dalam pembahasan RAPBN 2015 tahun lalu, pemerintah dan DPR sepakat mematok target dividen BUMN sebesar Rp43,73 triliun. Namun Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkapkan, setoran itu akan diturunkan sebesar Rp1,5 triliun menjadi Rp42,23 triliun. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah akan memberi dukungan terhadap BUMN melalui pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) dan mengurangi dividen.
Melihat nilai kapitalisasi tersebut seharusnya negara tidak perlu melakukan pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) dan mengurangi dividen, tetapi dibutuhkan bos BUMN yang berkualitas yang punya visi untuk bangsa.
Widya T Harjono, President Director Price and Asset Capital Inc
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H