Zaman dahulu, sekitar tahun lima puluhan embah saya memiliki pembantu sampai puluhan tahun, dari ikut embah, kemudian ikut putrinya, sampai salah satu cucu hingga pembantu tadi meninggal. Kami memanggil pembantu embah dengan "Ninek". Setelah Embah Kakung sedo, Ninek tidur di kamar Embah Putri dengan tempat tidur yang berbeda. Ninek sangat setia kepada embah, demikian pula embah sangat menyayangi Ninek.
Almahum Ibu saya pun demikian, beliau mempunyai pembantu sejak adik saya yang nomor dua lahir hingga meninggal. Kami memanggil pembantu ibu "siwo" yang artinya bibi. Siwo meninggal bertepatan adik saya yang nomor empat (bungsu) menikah. Pada waktu itu tahun 1993, sebetulnya kami sudah menyewa solo organ, terpaksa tidak dimainkan karena saat walimahan bersamaan dengaan berkabung. Jadi Siwo ikut kami lebih dari tiga puluh tahun.
Saya ingat sekali Ninek dan Siwo masih mengenakan kain jarit, kebaya, serta "nginang" yaitu mengunyah daun sirih dengan "injet" atau kapur dan gambir. Saya sering disuruh siwo membeli daun sirih di pasar. Ketika saya menikah, siwo selalu saya beri oleh-oleh seikat daun sirih beserta perlengkapannya, dan dia sangat gembira sekali menerima oleh-oleh sederhana dan murah itu.
Tahun 1994 saya mempunyai dua anak. Pada waktu itu saya sangat kesulitan mencari PRT. Saya berganti PRT beberapa kali. Mereka minta keluar dengan berbagai alasan, meski saya sudah semaksimal mungkin memberi yang terbaik untuk mereka, dari honor hingga fasilitas bahkan sikap. Saya selalu mengalah dan berusaha jangan sampai menyakiti hati tetapi tetap saja mereka tidak kerasan.
Kejadian ini tidak hanya menimpa saya, teman-teman kerja saya pun demikian, mereka sering berganti-ganti PRT. Yang membuat saya miris ada seorang PRT, yang tega menitipkan bayi teman saya ke tetangga kemudian dia pamit pulang ke desa nya dan tidak kembali padahal teman saya belum pulang dari kerja.
Kebanyakan dari kami, tidak tahu asal usul dari PRT, biasanya ada orang yang menjual jasa mencarikan PRT tetapi orang tadi kadang "nakal". Sesudah beberapa bulan bekerja, PRT disuruh keluar dicarikan tempat baru. Dengan demikian "calo" PRT tadi mendapat uang lagi dari majikan yang baru.
Saya mulai mempunyai PRT bertahan lama, sejak anak bungsu lahir, tahun 2002. Ketika mencari PRT saya mengenal lebih dulu keluarga dan asal usulnya kemudian saya memberi tahu tugas apa saja yang harus dikerjakan. Alhamdulillah PRT saya ini sangat rajin, terampil, jujur dan cerdas serta setia. Sayangnya tiga tahun kemudian suami harus pindah tugas, sehingga dia tidak ikut kami. Tetapi dia bertanggung jawab, untuk sementara ikut kami sampai memperoleh penggantinya.
Pengganti PRT lama juga kami ketahui asal usul, dan keluarganya. Selain itu dia terlebih dahulu dilatih oleh PRT lama kami tentang tugas-tugas yang akan dia kerjakan dan memberitahu kebiasaan- kebiasaan kami. Ketika PRT lama kami berpamitan, PRT yang baru sudah bisa melakukan tugas-tugas dengan baik. Karena kerjanya juga baik, untuk menghargainya, anaknya saya jadikan anak asuh hingga tamat SMK. Sebetulnya dia saya tawari untuk masuk kuliah, tetapi tidak mau malah memilih ikut anak saya yang pertama, dan mengasuh dua cucu saya. Menantu saya memperlakukannya seperti saudara sendiri sehingga dia kerasan tinggal bersama keluarga anak saya hingga sekarang.
Meski ruu prt belum jelas , kami berusaha memperlakukan PRT sebaik-baiknya. Pertama hubungan kekeluargaan baik, gaji standar, diberi waktu istirahat cukup, ada gaji ke 13 pada waktu hari raya idul fitri selain bingkisan hari raya. Apabila ada rezeki diberi bonus, didaftarkan bpjs dan disimpankan tabungan khusus untuk pesangon apabila suatu saat mereka keluar. Untuk menunjukkan rasa sayang dan empati, kami selalu merayakan hari ulang tahunnya, meski sederhana. Hal ini membuat mereka merasa diperhatikan dan disayang semua anggota keluarga.
Selain itu, apabila dia membutuhkan uang banyak untuk keperluan yang penting, misalnya untuk memperbaiki rumah, kami meminjaminya tanpa bunga, mereka mengangsur tiap bulan. Dan kami pun berupaya agar PRT yang lulus SMK bisa lolos sebagai PNS. Menantu saya memberi kesempatan dia mengikuti tes, membelikan buku-buku latihan, mengantar jemput apabila dia melaksanakan tes. Namun sampai saat ini dia belum diterima , saya selalu mendoakan agar dia bisa diterima menjadi PNS meski dia kerasan menjadi bagian keluarga kami. Saya merasa tidak sia-sia menyekolahkan dia hingga SMK apabila dia diterima sebaga PNS.