Setelah menitipkan Arif ke mertuanya, Siyamah berjalan menuju rumah Bu Lurah. Bu lurah yang memakai kain jarik kawung coklat dan kebaya ungu serta kerudung coklat tua sudah menunggu di kursi bambu di teras rumah. Siyamah mengenakan bawahan warna hitam dan baju batik seragam posyandu, kerudung warna senada. Dengan lincah dia menuruni undak-undakan dari batu menuju rumah Bu Lurah yang berpagar daun "teh-tehan".
"Mangga Bu Lurah, pick upnya sudah nunggu di ujung jalan," ajak Siyamah yang merupakan sekretaris PKKnya Bu Lurah.
" O iya mbak Siyam. Pak, saya berangkat PKK di kecamatan ya?" pamit Bu Lurah pada suaminya yang masih asyik dengan burung peliharaannya.
" Ya Mak, hati-hati, " sahut pak Lurah tanpa menoleh .
Dengan langkah cepat kedua wanita itu menuju colt pick up. Di bak bagian belakang sudah penuh penumpang, mereka akan belanja ke kota. Begitu melihat Bu Lurah dan Siyamah, sopir turun membukakan pintu depan.
" Mangga Bu Lurah, Mbak Siyam."
"Maturnuwun Pak Man," ucap Siyamah sambil menolong Bu Lurah naik ke mobil. Mobil pun melaju menuruni lereng gunung yang jalannya terjal.
Seperti biasa setiap bulan Siyamah yang lulusan kejar paket B itu menemani Bu Lurah yang tidak bisa baca tulis rapat PKK di kecamatan. Desa Siyamah ada di lereng gunung sehingga kendaraan yang mengangkut penduduk berupa colt pick up adanya pada jam-jam sekolah atau jam-jam emak-emak belanja di kota.
Meski tubuhnya kecil Siyamah sangat gesit dan rajin. Setiap kali menerima ilmu dari kecamatan dia selalu menularkan pada warga desa, lewat pertemuan PKK desa atau posyandu. Siyamah selalu "mengejar-ngejar" emak-emak di desanya untuk datang di pertemuan PKK di balai desa, di mana dia dengan semangat menyampaikan materi dari kecamatan. Bu Lurah mendampingi dan mendengarkan apa yang disampaikan Siyamah .