Lihat ke Halaman Asli

Itin Hidaya

Pengamat Dunia Emak-emak

Pengalaman GeNose, Tes Covid Saat Puasa yang Nyaman dan Tidak Bikin Batal

Diperbarui: 19 April 2021   06:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Notifikasi dari grup kantor sore itu benar-benar mengagetkan saya. Satu teman kantor saya memberitahukan bahwa dirinya POSITIF COVID 19. Sontak, hati saya tidak karuan karena siangnya saya baru saja bertemu dengannya. Kok , sore nya sudah kena Corona. Memang dari siang dia sudah terlihat lemas sih.

Dia meminta maaf kepada kami semua, karena corona yang telah dideritanya membuat agenda kantor yang harusnya dilaksanakan dua hari berikutnya terpaksa dibatalkan. Sembari, meminta maaf dia juga ingin menebus kesalahannya dengan tidak menularkan virus kepada kami. Dia kemudian mengirimkan format pengisian data tracing kontak dari Puskesmas. Data tracing itu berupa nama, alamat dan nomor hp. Saya pun, juga ikut mengisi karena pernah berjumpa dengan teman yang positif ini.

Ke esokan harinya , nomor baru menelpon saya lewat WhatsApp ternyata itu dari Puskesmas. Menanyakan apakah saya berjabat tangan, makan bareng atau mengobrol tanpa masker dengan jarak kurang dari 1,5 meter. Saya jawab bahwa saya memang sempat melepas masker pada saat mengobrol. Lalu si Mbak Tracer ini bertanya kembali " Tapi Ibu itu memakai masker saat ngobrol dengan jenengan tho Mbak?". Saya jawab "Iya memang Ibu itu selalu memakai masker pada hari itu, termasuk pada saat saya melepas masker untuk ngobrol dengannya". Baik Mbak, jenengan tidak usah tes karena tidak termasuk kontak erat.

Sementara empat teman saya yang  lain, akhirnya masuk kategori kontak erat karena sempat makan bakso bersama sebelum bulan Ramadan tiba. Sehingga mereka oleh tracer Puskesmas diminta untuk tes covid.

Tes Covid pada bulan Ramadan ini, bisa dikatakan berat. Apalagi, bagi yang sempat kontak erat dengan penderita positif Covid-19. Rangkaian tes dimulai dengan tes swab antigen, kemudian dilanjutkan PCR pada hari berikutnya. Ada juga teman saya, yang langsung menjalani PCR, tanpa harus melakukan swab antigen terlebih dahulu. Tergantung kebijakan Puskesmas atau fasilitas kesehatan setempat. Tes ini pun gratis tis alias tidak dipungut biaya sekalipun.

Meskipun gratis, tapi teman saya kapok tidak mau disogok-sogok lagi katanya saat menceritakan sensasi tes covid ini. Pengalaman kontak erat dengan si positif ini membuat dia harus menjalani dua tes sekaligus, swab antigen kemudian dilanjutkan PCR. Pada swab antigen, dia mengatakan bahwa hidungnya dicolok-colok, rasanya seperti dicolok matanya.Kemudian, tes selanjutnya adalah PCR. Pada tes ini, dia mengaku tenggorokannya disogok dan dimasuki benda asing. Alhasil, sewaktu PCR itu dia membatalkan puasa karena rasanya ingin muntah. Matanya,pun berkaca-kaca.

Selama hasil tes PCR belum keluar teman-teman saya wajib melakukan isolasi mandiri di rumah.Sembari, menunggu hasil tes. Jika positif maka wajib isolasi di shelter yang sudah disiapkan oleh pemerintah. Sedangkan, jika negatif maka diperbolehkan beraktivitas di luar dengan menerapkan protokol kesehatan.

Saya yang hanya satu-satunya dikonfirmasi oleh petugas tracer, tidak perlu tes karena bukan kategori kontak erat. Akhirnya, juga harus tes mandiri. Meskipun, saya merasa sehat dan tidak ada gejala Covid-19. Tetapi saya tetap merasa was-was. Apalagi sempat bertemu dengan si penderita Covid-19 ini.

Saya mulai mendengarkan berbagai cerita teman saya yang telah melakukan tes Covid-19.Dari cerita mereka inilah saya jadi tahu "testimoni" tes swab antigen dan PCR. Selain testimoni dari teman yang tes, saya juga browsing tes-tes Covid-19 di internet. Akhirnya, menemukan GeNose sebagai tes Covid-19 terbaru.

Saya sering melihat berita GeNose di beranda, tetapi dulu saya abaikan karena belum membutuhkannya. Kemudian, Saya mulai lihat review di youtube seputar penggunaan dan tingkat akurasinya GeNose.  Tingkat akurasi GeNose diklaim mencapai 93-95%. Terlebih, dalam aturan main GeNose dilarang makan,minum dan merokok 30 menit sebelum tes agar hasil akurat. Wah, pas ini untuk orang yang sedang berpuasa. Okelah...saya putuskan menggunakan GeNose.

Saya mulai browsing rumah sakit mana saja yang menyediakan layanan GeNose.Kebetulan, saya tinggal di Bantul, Yogyakarta. Saya  mencari informasi bahwa kuota sebuah rumah sakit  yang menyiadakan GeNose di Bantul hanya 50 per harinya.  Ada juga rumah sakit yang kehabisan kantong GeNose. Waduh gawat, kalau begini caranya. Saya harus cari rumah sakit lain. Akhirnya ketemulah di Sleman. Rumah Sakit swasta di Sleman jadi tujuan saya, karena di sana menyediakan kuota GeNose 200 per harinya. Hati saya lega..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline