Sebagai manusia biasa, setiap kita pasti pernah mengalami sakit, baik itu sakit kategori ringan seperti batuk pilek maupun sakit dengan kategori berat yang memerlukan perawatan intensive. Pertanyaannya adalah apa yang harus kita lakukan saat sakit yang tidak kita inginkan itu datang tiba-tiba? Beberapa orang mungkin akan berupaya mengobati dirinya sendiri, beberapa orang lainnya akan berupaya untuk mencari pengobatan yang maksimal, salah satunya adalah dengan pergi ke tenaga medis seperti dokter, perawat, atau bidan.
Keberadaan tenaga medis di tengah-tengah masyarakat bukanlah hal yang baru. Profesi yang sudah ada berabad-abad lamanya ini merupakan profesi yang seringkali menimbulkan kontroversi. Harus kita akui bahwa tenaga medis, khususnya dokter, merupakan profesi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, oleh karena itu pemenuhan kebutuhan tenaga dokter menjadi hal yang terus diupayakan oleh pemerintah. Program dokter intership yang menyebar dokter-dokter lulusan baru ke seluruh Indonesia, saya pikir adalah salah satu upaya “jangka pendek” untuk memenuhi kekurangan dokter di berbagai daerah.
Kita tidak dapat menutup mata bahwa jasa tenaga medis di Indonesia bagi sebagian masyarakat, khususnya dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, relatif mahal. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, harga tersebut jauh lebih murah.
Mahalnya jasa tenaga medis bukan tanpa alasan. Tenaga medis menghasilkan jasa yang bernilai tinggi. Berdasarkan hukum supply dan demand, maka kita dapat memahami bahwa karena supply yang sangat rendah, jasa tenaga medis (khususnya dokter) mengalami inflasi yang luar biasa tinggi. Oleh karena itu, suatu negara membutuhkan kemampuan yang cukup untuk dapat membayar jasa tenaga medis yang mahal.
Pada dasarnya sebuah negara adalah suatu rumah tangga yang besar. Berdasarkan The Law of Equivalent, humankind cannot gain anything without first giving something in return. To obtain, something of equal value must be lost. Manusia tidak dapat memperoleh apapun tanpa terlebih dahulu memberikan sesuatu sebagai imbalan. Untuk memperoleh sesuatu, maka suatu hal dengan nilai yang sama harus dikorbankan (terjemahan bebas). Dengan demikian, suatu rumah tangga harus menghasilkan barang atau jasa senilai 1 juta rupiah untuk dapat memperoleh barang atau jasa dengan nilai 1 juta rupiah. Suatu rumah tangga dengan kemampuan produksi 1 juta rupiah, hanya memiliki kemampuan konsumsi sebesar 1 juta rupiah. Kemampuan konsumsi setara dengan kemampuan produksi.
GDP is an aggregate measure of production equal to the sum of the gross values added of all resident, institutional units engaged in production. Artinya, PDB adalah suatu ukuran agregat yang merepresentasikan kemampuan produksi, setara dengan jumlah nilai kotor dari semua penduduk dan unit yang terlibat dalam proses produksi (terjemahan bebas). Secara singkat PDB menggambarkan kemampuan produksi suatu negara.
Meninjau kembali uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa negara dengan PDB rendah akan memiliki kemampuan yang rendah (relatif terhadap daerah lain) dalam mengonsumsi jasa tenaga medis. Sebaliknya, daerah dengan PDB tinggi akan memiliki kemampuan yang tinggi (relatif terhadap daerah lain) dalam mengonsumsi jasa tenaga medis. Dengan demikian kita dapat memprediksi bawah besar PDB suatu daerah akan berkorelasi searah dengan jumlah tenaga medis di daerah tersebut. Hal ini adalah kondisi ideal jika dampak pertumbuhan ekonomi yang kuat di suatu negara benar-benar diperuntukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas dan bukan kelompok tertentu.
Pertanyaan selanjutnya adalah mampukan kita memenuhi kebutuhan tenaga medis di Indonesia? Kita harus optimis jika Indonesia mampu untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis untuk 250 juta lebih masyarakatnya. Tentu saja dengan banyak catatan penting yang harus dikerjakan.
Pertama, fokus pembangunan di Indonesia hendaknya pembangunan yang berwawasan kesehatan. Untuk apa kita punya gedung-gedung bertingkat yang mewah dan jalan-jalan mulus bebas hambatan jika masyarakat kita tidak terlayani kesehatannya dengan maksimal. Indonesia butuh tenaga medis dalam jumlah yang cukup untuk menolong banyak perempuan melahirkan agar terhindar dari kematian akibat melahirkan. Indonesia butuh tenaga medis dalam cukup untuk menolong banyak anak-anak usia di bawah lima tahun agar terhindar dari risiko kematian akibat diare.
Kedua, Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen tinggi dan tulus untuk membangun bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur. Sistem pendanaan kesehatan perlu diperbaiki dan tidak dikorupsi. Tidak menjadikan kesehatan sebagai komoditas yang diperjualbelikan di setiap pergantian pemerintahan hanya sekadar untuk memenangkan suara rakyat.
Kesehatan merupakan salah satu fondasi untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Kesehatan bukanlah segalanya, tapi tanpa tubuh yang sehat mustahil kita mampu membangun bangsa yang kuat.