Lihat ke Halaman Asli

Hati-hati Memilih Tempat Menabung, Masa Depan Kita Taruhannya

Diperbarui: 5 September 2017   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya (tengah) dan kedua teman saya yang merantau ke Kota Malang

"Arisan itu nabung dengan cara meminjamkan uang pada teman-teman kita." Dua orang teman saya yang menjadi anggota arisan berpendapat seperti itu.

Berbagai cara dilakukan masyarakat untuk mengelola keuangan salah satunya adalah dengan cara menabung. Masih banyak orang berpendapat bahwa menabung itu tak harus di bank. Jika masyarakat pedesaan bisa menyimpan uang di lemari atau di bawah kasur, salah satu cara masyarakat urban menyiasati menabung adalah dengan ikut arisan.

Seperti kisah sahabat-sahabat saya di atas yang juga ikut arisan. Salah satu sahabat saya berasal Lombok dan mengajar di salah satu SMP negeri di Malang. Tiap bulan teman saya setor arisan sebesar 100 ribu. Ujung-ujungnya teman saya ini tekor karena salah satu anggota arisan mogok bayar selama berbulan-bulan. 

Kasus arisan lainnya yang saya ketahui adalah adanya arisan para orangtua yang anak-anaknya pergi merantau. Mereka kompak mengadakan arisan dengan tujuan untuk biaya pendidikan dan kebutuhan anak-anak mereka di luar kota. Ujung-ujungnya sang ketua arisan pergi membawa uang para anggota. 

Tentu saja tidak semua aktivitas arisan seperti itu. Namun berkaca dari pengalaman orang-orang yang saya kenal, sampai saat ini saya belum tertarik sama sekali ikut arisan. Saya melihat menabung melalui kegiatan arisan terlalu riskan. 

MENABUNG DI BANK PESERTA LPS

Saya lagi antre di Bank Mandiri (dok: pribadi)

Akhirnya saya berpikir. daripada ikut arisan, lebih baik saya menabung di bank saja. Memilih bank pun saya tidak mau sembarangan. Saya cuma mau menabung di bank yang sudah dijamin LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Saat ini saya mempunyai rekening di Bank Mandiri dan Bank BRI.

Dulu saya tidak terlalu "ngeh" betapa pentingnya kita menabung di bank yang sudah terjamin oleh LPS. Syukurlah Kompasiana mengadakan nangkring bersama LPS di kota Malang, tepatnya di Hotel Santika Malang, pada tanggal 19 Agustus 2017 lalu. Saya iseng ikut karena saya tertarik pada tema yang diusung yaitu "Pentingnya Mengelola Industri Keuangan dalam Ekonomi Kreatif."  Pengetahuan saya jadi lumayan bertambah.

Acara nangkring bersama Kompasiana di Hotel Santika Malang

Jadi, apa sih sebenarnya LPS itu? Menurut Bapak Farid Azhar dalam acara Nangkring Bersama Kompasiana di Malang, LPS atau Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang dibentuk sejak tahun 2004 yang bertugas menjamin dana nasabah di bank. Pembentukan LPS dilatarbelakangi oleh krisis menoter pada tahun 1998 di mana ada 16 bank yang dilikuidasi dan kepercayaan masyarakat pada bank anjlok. 

Jadi apabila sewaktu-waktu bank tempat kita menabung bermasalah, selama bank tersebut sudah dijamin LPS, kita sebagai nasabah tak perlu merasa khawatir. Uang kita tak akan hilang. Tabungan kita di bank tersebut bisa diklaim dan dikembalikan pada kita dengan utuh. Salah satunya syaratnya adalah dana simpanan kita di bank per rekening maksimal 2 milyar.

Menurut data yang dikutip dari situs Kontan, hingga tahun 2014, sudah tercatat ada 1.914 bank yang sudah menjadi peserta LPS. Termasuk di dalamnya ada bank syariah dan Bank Perkreditan Rakyat. Untuk mengetahui bank-bank mana saja yang sudah menjadi peserta LPS, biasanya kita bisa melihat tanda stiker kuning yang tertempel di pintu depan bank atau di meja customer service di dalam bank. Jika logo LPS tidak terlihat baik di pintu maupun di dalam ruangan bank, sebaiknya ditanyakan dulu pada petugas bank. Apakah bank yang kita datangi sudah menjadi peserta LPS atau belum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline