Apa itu food estate? Mungkin sebagian besar dari kita belum terbiasa mendengar food estate. Pengertian dari food estate sendiri adalah sebuah konsep pengembangan suatu pangan yang mengintegrasikan sektor pertanian, perkebunan dan peternakan yang direncanakan dalam lingkup satu kawasan. Lain hal dengan penjelasan yang dilansir https://nasional.tempo.co/ food estate merupakan program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar. Program ini dapat dikatakan sebuah harapan atau misi bersama untuk mulai menciptakan ketahanan pangan di Indonesia dalam jangka waktu yang panjang.
Berbicara mengenai ketahanan pangan, hal tersebut menjadi isu yang cukup penting saat ini, terutama seluruh dunia sedang dilanda pandemic covid-19 yang berimbas pada beberapa negara seperti Vietnam, India dan China telah mengamankan kebutuhan pangan dalam negeri. Lantas, melihat hal demikian upaya Indonesia menjaga ketahanan pangannya dimulai dengan program food estate.
Diketahui, awal dari pengembangan program food estate ini dimulai sejak tahun 2020 di Kalimantan Tengah dengan tahapan yang dimulai dengan perluasan tanaman padi sebesar 32rb hektar, yang terdiri dari 30rb hektar di kawasan dengan kondisi sawah beririgasi baik, serta 2rb hektar tepatnya di Kecamatan Dadahup. Kemudian program tersebut juga dikembangkan di Sumatera Utara dengan luasan tanaman mencapai 30rb hektar yang terbentang dari Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah Tapanuli Utara, dan Pakpak Barat.
Belum lama ini, Presiden Jokowi telah kembali merencanakan program food estate yang lokasinya berada di Nusa Tenggara Timur tepatnya berada di Kabupaten Sumba Tengah. Pemerintah telah menyiapkan luas lahan 5rb hektar terdiri dari 3rb hektar tanaman padi dan 2rb hektar tanaman jagung. Diungkapkan lebih lanjut mengapa program food estate dibangun didaerah tersebut dilatarbelakangi oleh perekonomian daerahnya yang cukup rendah serta sebesar 34 persen penduduknya masih dikategorikan sebagai masyarakat tidak mampu.
Namun, kendala atau tantangan dari program food estate ini juga perlu kembali dikaji, pasalnya dahulu pada era pemerintahan Soeharto program ini pernah dilakukan dengan PLG (Pengembangan Lahan Gambut) satu juta hektar di Kalimantan Tengah, banyak faktor yang menyebabkan program tersebut tidak berhasil dilaksanakan seperti dari segi infrastruktur, sosial, ekonomi hingga segi pendekatan terhadap masyarakat sekitar, dll. Meskipun program tersebut tidak berjalan lancar, sisa dari program tersebut berupa titik titik lahan masi berproduksi hingga saat ini. Harapan untuk saat ini, mungkin pemerintah perlu belajar atau tidak perlu terburu-buru perihal program food estate ini.
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan food estate ini dapat berupa pemilihan lahan dan trauma permasalahan lingkungan di masa lalu. Dalam hal ini pembukaan lahan dilakukan pada program PLG (Pengembangan Lahan Gambut) sejuta hektar yang menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan seperti 400.000 hektar hutan tropika basah berubah menjadi lahan terbuka, pola tata air dan kualitasnya menurun, berkurangannya daya serap air yang dapat menyebabkan banjir pada musim penghujan, sampai kepunahan tanaman langka, dan beberapa dampak negatif lainnya. Pemilihan food estate pada PLG di Kalimantan Tengan ini mendapat banyak kritikan karena ditakutkan akan terjadi permasalahan yang lalu pada lingkungan yang beberapa dampaknya masih dirasakan hingga saat ini.
Selanjutnya ada SDM (Sumber Daya Manusia) dan konflik dengan masyarakat local. Dalam pelaksanaan food estate ini SDM menjadi faktor utama yang seharusnya menjadi acuan dalam pelaksaannya, agar terlaksana dengan baik dibutuhkan SDM dengan tingkat yang baik pula, SDM ini juga menjadi faktor yang melatar belakangi kegagalan proyek food estate sebelumnya, karena SDM yang dimiliki dinilai kurang mumpuni dalam bidangnya. Dengan adanya migrasi atau perpindahan masyarakat dalam dukungan untuk kegiatan food estate dikhawatirkan dapat mengurangi eksistensi masyarakat sekitar karena perbedaan tingkat pendidikan serta etika profesi yang berbeda. Pemerintah juga diharapkan memerhatikan keterampilan SDM yang dipekerjakan, agar dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan dan dibtuhkan penyuluh yang berkompeten dalam melakukan program ini.
Yang terakhir yaitu mengenai anggaran. Anggaran menjadi salah satu tantangan karena dalam pembangunan jaringan irigasi, pembuatan teknologi, penggunaan varietas yang ungugl, serta rehabilitasi lahan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dalam pelaksanaannya memungkinkan untuk dilakukan Kerjasama dengan para investor swasta untuk melakukan investasi dalam program food estate ini, agar tidak membenai APBN.
Inveastasi harus dilakukan dengan hati-hati, karena pada program sebelumnya terjadi kesalah pahaman antara investor, masyarakat, dan pemerintah. Sebelumnya tidak semua investor memiliki izin melakukan pengelolaan lahan, sehingga masyarakat lokal mempertanyakan pengambilan lahan yang dilakukan oleh para investor swasta yang didominasi oleh orang asing, sehingga timbul konflik dan isu politik yang turut memanas karena kesalah pahaman dalam persepsi sebelumnya.
Dengan adanya tantangan atau permasalahan yang timbul dari program sebelumnya, dengan belajar dari kejadian sebelumnya, dibutuhkan keseriusan dari pemerintah untuk pelaksanaan food estate agar dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan. Karena pada dasarnya program food estate ini sangat baik terutama dalam peningkatan ketahanan pangan yang berdaulat bagi Indonesia. Dengan itu diharapkan kesadaran dan kehati-hatian dari pemerintah untuk melakukan program ini agar tidak terjadi masalah seperti pada program yang sudah berjalan sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H