Lihat ke Halaman Asli

Widyanti Yuliandari

Blogger, ASN, Penulis buku

Berbagi Kisah: Pengalaman Memberikan ASI Eksklusif

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa yang tidak ingin memiliki anak yang tumbuh sehat, pintar dan bahagia? Kita semua pasti menginginkannya. Salah satu jawaban mujarab agar anak bisa berkembang seperti itu adalah "memberikan ASI Eksklusif". Apakah kita bekerja di luar rumah, atau hanya Ibu Rumah Tangga, memberikan ASI Eksklusif memberikan tantangan tersendiri. Berikut pengalaman saya.

Kampanye ASI eksklusif pertama kali saya kenal pada sekitar tahun 2002, pada waktu itu kakak baru saja mendapatkan putri pertama dan sangat bersemangat mencari-cari informasi melalui internet untuk dapat memberikan yang terbaik bagi putrinya.

Dan sayapun meski saat itu masih baru lepas dari bangku kuliah dan belum berkeluarga juga tak luput dari kampanye ASI eksklusif sang Kakak.

Tiba saat kami menunggu kelahiran anak pertama (Tahun 2005) beragam bacaan yang saya tekuni membuat saya dan suami semakin mantap untuk memberikan ASI Eksklusif bagi buah kami nantinya. Ternyata kenyataan tidak semudah yang saya bayangkan.

Bulan Juli 2005 lahir putra pertama kami, Alhamdulillah dengan proses persalinan normal (meski sangat melelahkan, menyakitkan dan berdarah-darah, namun juga teramat indah). Arundaya sairendra (Asa, begitu kami memanggilnya), Matahari kami, lahir dengan berat 3,3 kg normal, sehat, tak kurang suatu apa.

Setelah Asa Lahir bidan segera memberinya beberapa sendok air madu. Saya sangat berkeberatan karena saya sangat yakin anak saya akan baik-baik saja justru hanya dengan ASI Bundanya. Namun Bidan Bersikeras tetap memberikan air madu (yang telah disiapkan sejak sebelum jabang bayi lahir).

Kondisi saya yang sangat lemah saat itu ditambah kurang percaya diri (karena pengalaman anak pertama) membuat saya akhirnya luluh dan membiarkan saja prelactal feeding pada buah hati saya.

Beberapa saat kemudian, Bidan menyuruh suami saya untuk membeli dot dan susu formula yang diresepkannya di Apotek. Saya dan suami makin gusar, Bidan memaksa. Akhirnya kami mengalah, pupus sudah harapan memberikan Makanan terbaik bagi ASA.

Sepulang dari tempat praktek Bidan, saya bertekad untuk memberikan hanya ASI untuk anak saya. Namun lagi-lagi segalanya tidak mudah. Saya mengalami trauma pasca persalinan, kesakitan terus-menerus dan sangat lemah (saya menjalani episiotomi dan dengan belasan jahitan), sementara Asa kecil seringkali menangis mungkin kelaparan karena ASI belum lancar atau apa?

Akhirnya Ayah dan neneknya memberikan lagi susu formula pada Asa, mereka ingin saya lebih banyak istirahat terutama saat malam hari.

Setelah kondisi saya semakin membaik, saya baru bisa memberikan ASI dengan lancar pada buah hati saya, itu lakukan hingga Asa berumur 4 bulan. Dan dengan ASI pertumbuhan dan perkembangan Asa sangat menggembirakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline