Kosim, itulah namanya. Seorang pak ogah yang selalu setia membantuku untuk menyebrang jalan setiap akan pergi kuliah. Pukul 6 pagi, beliau sudah bersiap ke tempat dimana dia bekerja. Pada jam itulah beliau membawa bangku plastik dari rumahnya.
Beliau menggunakan topi, sendal jepit, dan juga jaket sebagai seragam sehari-harinya untuk bekerja. Tidak hanya membantu mobil yang akan belok ke jalan lain, beliau juga membantu warga sekitar, anak sekolah, maupun orang lewat yang akan menyebrang dengan sangat hati-hati.
Terkadang beliau juga membantu membawakan barang bawaan milik orang lain menuju angkutan kota yang sedang mencari penumpang.
Beliau juga ramah, saking ramahnya hampir setiap hari aku disapa olehnya. Entah itu sekedar bertanya kemana aku akan pergi, maupun memberikanku simbol jempol ketika sudah pulang beraktivitas. Tak jarang pula beliau menawariku untuk menyebrang jalan. Padahal aku hanya akan melewat jalan itu saja, tidak untuk menyebrang jalan.
Di jam tertentu terkadang beliau tidak terlihat, entah itu sedang membuat kopi di sebuah toko kelontong yang tak jauh dari tempatnya mangkal, di Jalan Holis dekat persimpangan Jalan Sudirman Bandung. Terkadang beliau dijumpai saat sedang berteduh di tempat reparasi jam. Iya, beliau suka sekali bercengkrama di sana sambil meneduh dari teriknya sinar matahari ataupun rintik hujan.
Pada waktu makan siang, beliau biasanya pulang berjalan kaki menuju rumahnya sambil menyapa warga sekitar. Setelah itu beliau kembali menuju tempatnya bekerja, entah itu pada pukul 1 siang ataupun pukul 2 siang.
Ada saatnya beliau tidak berada di tempat biasa menongkrong. Hal tersebut ditunjukkan apabila bangku plastik yang biasa beliau bawa tidak ada di tempat. Kehadirannya memang tidak terlalu banyak membantu bagi jalanan, namun adanya kehadiran beliau cukup membantu bagi orang yang sudah tau akan kehadirannya.
Ketidakhadirannya pun kadang membuat suasana jalanan sedikit sepi dan kosong. Terkadang pula, ketidakhadirannya membuat anak-anak yang pulang sekolah kesulitan untuk menyebrang jalan sebelum menuju ke rumah.
Di hari minggu, beliau membantu para jemaat yang akan datang ke Gereja. Tidak sendirian, beliau bekerja bersama satu rekannya yang biasa menjadi tukang bersih-bersih di Gereja. Apalagi Gereja di hari Minggu sangat ramai dengan para jemaat dari pagi hingga sore hari.
Begitulah kesehariannya, si Pak Ogah yang setia duduk di bangku plastik sambil menatap jalanan. Kosim, sang bapak tua yang setia menunggu jalanan. Penghasilannya sekitar Rp. 20.000 hingga Rp. 30.000,- perharinya, mungkin cukup untuknya makan sehari-hari. Terkadang pemilik warung nasi di dekat tempatnya tinggal juga memberikan makan siang secara gratis, toko kelontong di dekat tempatnya mangkal pun memberikan kopi gratis untuknya. Terkadang warga sekitar pun memberinya uang walaupun beliau tidak memintanya.
Di masa mudanya saat dahulu, beliau adalah seorang tukang becak yang memang sering mangkal di tempat yang sekarang tempatnya bekerja. Bersama 3 rekan lainnya, beliau merupakan tukang becak legendaris di dekat rumahku.