Lihat ke Halaman Asli

Widya Rahmawati

Menulis Untuk Keabadian

Korelasi Hukum Pilkada Serentak 2024

Diperbarui: 16 April 2022   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Widya Rahmawati (204102030094)

Dibuat untuk memenuhi Ulangan Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Politik Hukum 

Wacana Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak tahun 2024 masih menjadi perbincangan yang tiada habisnya bagi para pemerhati pemilu dan demokrasi.

Berdasarkan pasal 201 ayat (8) UU No.10 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur,Bupati,dan Wali Kota,pemungutan suara serentak seluruh Indonesia dilaksanakan pada November 2024.

Undang-Undang tersebut menyebabkan pembatalan Pilkada yang harusnya dilaksanakan pada tahun 2022-2023. Dengan begitu,Kepala Daerah hasil pemilihan tahun 2020 hanya akan menjabat sampai tahun 2024. Hal ini akan menyebabkan banyak sekali kursi Kepala Daerah definitif diisi oleh pelaksana tugas (plt). Dimana pelaksana tugas adalah seseorang yang menduduki sementara kursi kepala daerah selama kepala daerah tersebut tidak ada.

Menurut data yang penulis dapat dari internet,sebanyak 101 Kepala Daerah hasil Pilkada tahun 2017 berakhir masa jabatannya pada tahun 2022. Kemudian sebanyak 170 Kepala Daerah hasil Pilkada 2018 berakhir masa jabatannya pada tahun 2023. Dengan diundurnya Pilkada tahun 2022-2023,maka sebanyak 271 plt. yang akan menggantikan Kepala Daerah definitif sampai adanya Kepala Daerah baru hasil Pilkada serentak tahun 2014.

Kondisi ini tentu saja merusak kualitas demokrasi dan menimbulkan inkonsisten kebijakan pembangunan. Padahal sejatinya,prasyarat negara demokrasi adalah pertukaran Kepala Daerah secara reguler,yakni 1 periode 5 tahun. Penulis sangat yakin,banyak Kepala Daerah yang terpilih di tahun 2020 merasa dicederai karena masa jabatannya dikurangi untuk menuruti ambisi Pilkada serentak.

Salah satu korelasi hukum adalah mengenai RPJMD Provinsi dan Kabupaten/Kota Kepala Daerah  terpilih pada tahun 2020. Sebagaimana yang kita ketahui RPJMD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah selama yang seharusnya mengikuti masa jabatan kepala daerah yakni 5 tahun. Namun,karena menuruti ambisi pilkada serentak 2024,Kepala Daerah terpilih 2020 harus merelakan kurang lebih 1,5 tahun RPJMD nya untuk ganti dijalankan oleh pelaksana tugas (plt).

Pertanyaannya,apakah plt. kepala Daerah mampu memahami ide dan konsep pembangunan yang disusun oleh Kepala Daerah yang digantinya?

Penulis rasa juga waktu kurang lebih 3,5 tahun belum cukup untuk Kepala Daerah terpilih 2020 melaksanakan janji politik yang tertuang dalam RPJMDnya.

Selanjutnya,korelasi penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan dalam pengisian plt. Kepala Daerah. Beberapa partai besar khususnya partai penguasa akan sangat diuntungkan jika Pilkada 2022-2023 diundur tahun 2024. Partai yang akan diuntungkan adalah partai penguasa. Plt. Kepala Daerah telah dipersiapkan jauh-jauh hari untuk melanggengkan kekuasaan pemerintah di daerah, sehingga plt. Kepala Daerah akan bekerja tegak lurus pada sumber kekuasaan dan dapat berakibat pada politisasi PNS atau ASN. Penulis ragu bahwa plt. dapat bersikap netral.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline