Pengalamanku, tahun 2004, aku mendaftar di SMA favorit di daerahku memang benar. Dulu untuk dapat diterima di sekolah tersebut nilai harus di atas rata-rata. Karena persaingan cukup ketat. Dari 600-an yang mendaftar, setidaknya yang dapat diterima sesuai kuota sekolah adalah sebanyak 220 siswa. Prediksiku, dengan bobot nilaiku sebesar 64,44 kemungkinan besar lolos.
Hasilnya, sekitar pertengahan bulan Juli 2004 pengumuman dilaksanakan. Dan, sesuai prediksi, namaku masuk dan lolos. Meskipun berada di urutan nomor 190 dari total 192 yang lolos lewat jalur "Nilai". Yang sisanya, lewat jalur khusus, diistilahkan lewat jalur "Prestasi" sebanyak 20-30 calon siswa (entah prestasi apa yang disandang kompetitor di urutan bawahku, apakah juara cerdas cermat, atau atlet yang juara tingkat kabupaten, aku juga tidak dapat memastikan...hehehe...).
Nah, saat ini, banyak orang tua dan calon siswa mengeluh untuk masih berlomba-lomba untuk mendaftar di sekolah favorit. Padahal pengaruhnya tidak signifikan.
Untuk itu, kebetulan adikku akan melanjutkan SMA, aku menyarankan untuk tidak terlalu memprioritaskan sekolah favorit atau bukan. Itu tidak penting. Yang penting itu prospek ke depan. Makanya, aku sarankan adikku untuk memilih sekolah tidak perlu embel-embel favorit. Yang diperhatikan adalah minimal, pilihan sekolah linier dengan kuliah nantinya.
Alasan sederhananya, jika saat SMA linier dengan jurusan saat kuliah, maka, untuk melanjutkan ilmu pengetahuan sejak SMA ke perkuliahan lebih mudah memahami. Setidaknya basic-nya sudah paham. Sudah itu saja..
Bandingkan dengan yang tidak linier antara Sekolah saat SMA dengan kuliah. Huh...belajar dari awal lagi saat kuliah. Basic-nya tidak sama. Jadi, belajar pemahaman yang asing lagi. Dan belajar lagi. Cukup berat..
Jadi, gak usah berlomba-lomba mendaftar di sekolah favorit dan berharap diterima. Itu tidak penting! Justru yang penting itu linier-nya pilihan sekolah sekarang dengan jenjang kuliah nanti. Itu saja..
Selebihnya, pilihan ada di masing masing individu. Keukeuh pilih sekolah favorit terkait status sosial, atau motivasi lainnya, silahkan!
*seandainya dulu aku tidak lolos pun di sekolah favorit, aku tidak akan kecewa. Aku santai saja, daftar di sekolah lain, dan diterima. Selesai! Karena aku bersekolah sudah ada yang bayari! Yakni, orang tua sendiri! Gak perlu mikir panjang-lebar-tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H