Lihat ke Halaman Asli

Slamet Widodo

Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro

Bekal Menyambut Ramadan (1)

Diperbarui: 30 April 2020   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. muslim pro

Ramadhan telah datang menyapa kita. Sebagai mukmin, tentu kita selalu menunggu kedatangannya. Berharap agar bisa bertemu dengannya. Lalu mampu menjalankan ibadah di dalamnya. Sehingga keluar dari Ramadhan kita mendapat gelar muttaqin.

Tahun ini kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan. Hal ini merupakan nikmat yang sangat luar biasa. Lebih-lebih saat ini, kita tengah menghadapi ujian berat berupa wabah virus korona atau Covid-19.

Ada banyak saudara kita yang tidak mendapat kesempatan bertemu dengan Ramadhan. Kemarin masih ada bersama kita. Namun, hari ini telah berpindah ke alam barzah. Ada pula yang berkesempatan menemui Ramadhan. Namun tak diberi kemampuan untuk mencecap indahnya ibadah di bulan yang penuh ampunan ini, karena sakit atau hal lain yang dibenarkan sacara syar'i.

Ada lagi, mereka berkesempatan bertemu dengan Ramadahan dalam keadaan sehat, seger, waras, perkasa, dan baligh, namun enggan mengerjakan ibadah puasa, karena belum mendapat hidayah Allah Swt.

Sekali lagi, nikmat bertemu dengan Ramadhan dan bisa melaksanakan ibadah di dalamnya ini wajib kita syukuri. Setidaknya ada tiga cara untuk bersyukur atas nikat Allah Swt.. Yakni: bahagia dan gembira di dalam hati; mengucapkan alhamdulillah dengan lisan dan merealisasikan dengan perbuatan.

Karena itu, mari kita sambut Ramadhan ini dengan suka cita dengan melaksnakan ibadah di dalamnya dengan penuh khusu'.

Agar ibadah kita selama bulan Ramadhan lebih bernilai dan berbobot, setidaknya kita harus memiliki bekal. Bekal yang dimaksud adalah:

Pertama, bekal iman.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan menurut istilah syar'i, iman memiliki arti keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan anggota badan ditambah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline