Setelah beberapa saat lumayan tertib, penyakit lama sebagian suporter di Indonesia kembali kambuh. Belum hilang dari benak kita semua sedikit kericuhan yang terjadi di Stadion Mattoanging pada Minggu malam (5/11), kemarin pada laga final Liga 1 U-19, kericuhan yang lebih parah meledak setelah Persib U-19 dikalahkan oleh Persipura U-19. Apa yang harus dilakukan oleh PSSI?
Seperti kita ketahui bersama---dan sangat layak untuk dijadikan momen keprihatinan bersama---pertandingan seru antara tuan rumah PSM Makassar melawan Bali United pada Minggu malam (5/11), perilaku kekanak-kanakan sebagian pendukung tuan rumah kambuh tak lama setelah Stefano Lilipaly mencetak gol kemenangan bagi Bali United. Botol air mineral dikabarkan beterbangan ke arah bench dari para pemain Bali United. (1)
Keseruan partai final U-19 yang berlangsung di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Bekasi, pada Selasa malam (7/11) juga ternoda dengan perilaku sebagian Bobotoh (sebutan untuk pendukung Persib) yang tidak bisa menerima kekalahan timnya. Kali ini, tak hanya lemparan botol air mineral, tetapi penyalaan flare hingga perusakan dan pelemparan bangku stadion mewarnai laga tersebut. Sekali lagi, pelemparan bangku stadion, Bung!(2)
Perilaku Suporter Zaman Now yang Sukar Dipahami
Perilaku sebagian oknum suporter zaman now ini membuat saya geleng-geleng kepala. Apakah sedemikian parahnya tingkat penguasaan diri mereka, sehingga hanya karena kekalahan dalam sebuah pertandingan sepak bola, mereka merasa berhak melampiaskan kekecewaan dengan cara seperti itu? Apakah sukar sekali bagi kalian (para oknum) menerima kekalahan dengan sportif, tanpa harus melakukan tindakan yang merugikan, bahkan tindakan anarkis kayak gitu?
Seorang Kompasianer bernama Yose Revela, 28 Juli 2017 lalu juga pernah menyuarakan pendapatnya terkait aksi anarkis dari oknum suporter sepak bola Indonesia. Yose mengajukan tiga pernyataan menarik untuk direnungkan bersama. Berikut petikan pendapatnya:
"Tindak anarkis oknum suporter hanya akan membuat klub terkena sanksi, bisa berupa denda, larangan bertanding, bahkan diskualifikasi. Belum lagi, jika klub harus membayar ganti rugi, akibat adanya kerusakan di stadion. Padahal, dalam kondisi normal saja, klub sudah dibebani ongkos sewa stadion, yang jumlahnya tidak sedikit. Bagi sesama suporter, tindak anarkis adalah sebuah bahaya serius terhadap keselamatan.
Di sini jelas, tujuan para suporter datang ke stadion, adalah untuk menonton langsung aksi tim kesayangannya, bukan untuk meregang nyawa. Lagipula, stadion sepak bola adalah arena bermain sepak bola, bukan arena pertandingan gladiator zaman Romawi. Jika sampai potensi terjadinya masalah keamanan di stadion tinggi, bisa dipastikan, penonton akan enggan untuk datang. Akibatnya, klub pun akan merugi." (3)
Saya sepenuhnya setuju dengan pernyataan di atas! Ayolah! Kalian (oknum yang bikin ulah) datang ke stadion untuk apa? Apakah sampeyan lupa kalau mereka yang berada di lapangan, para pemain, wasit, ofisial tim, hingga perangkat pertandingan, mereka sedang "cari makan" lewat kompetisi sepak bola? Apakah kawan-kawan semua lupa, kalau sebagian besar suporter yang ada di kubu yang berseberangan dengan tim yang kawan-kawan dukung, adalah saudara sebangsa dan se-Tanah Air?
Melihat Kembali Cara Pemerintah Inggris Mengatasi Aksi Anarkis Suporter