Tahun 1978, Leo Imam Sukarno, mungkin salah satu, kalau bukan satu-satunya, seniman pengelana (Bohemian) yang tinggal tersisa dari masa silam, bersama kelompok musik Konser Rakyat Leo Kristi (KRLK) yang dibentuknya, me-release lagu Salam dari Desa. Salah satu lagu debutannya, kelak direkam Irama Tara dalam album Nyanyian Tanah Merdeka.
Seperti lazimnya lagu-lagu gubahan Leo, yang kelak menjadi penciri karya-karyanya, lagu Salam dari Desa menyampaikan pesan sosial yang kuat dibalut dalam lirik yang puitis dan komposisi melodi yang menampilkan jiwa yang bernyanyi. Pesan-pesan sosial dalam lagu-lagunya inilah yang menjadikan sang troubadour acapkali dijuluki Bob Dylan-nya Indonesia.
Simaklah lirik lagunya.
"Kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
Katakan padanya padi-padi telah kembang
Ani-ani seluas padang, roda giling berputar-putar siang malam
Tapi bukan kami punya
Kalau ke kota esok pagi, sampaikan salam rinduku
Katakan padanya, tebu-tebu telah kembang
Putih-putih seluas padang, roda lori berputar-putar siang malam
Tapi bukan kami punya
Anak-anak kini telah pandai, menyanyikan gema merdeka
Nyanyi-nyanyi bersama-sama, di tanah-tanah gunung
Anak-anak kini telah pandai, menyanyikan gema merdeka
Nyanyi-nyanyi bersama-sama,
{tapi bukan kami punya} 3x
Tanah pusaka, tanah yang kaya, tumpah darahku
Di sana kuberdiri, di sana kumengabdi
Dan mati, dalam cinta yang suci
Kalau ke kota esok pagi, sampaikan salam rinduku
Katakan padanya, nasi tumbuk telah masak
Kan kutunggu sepanjang hari
Kita makan bersama-sama, berbincang-bincang
Di gubuk sudut dari desa."
(Lirik dan Lagu: Leo Kristi, album Nyanyian Tanah Merdeka (1978)
Lagu ini berkisah tentang ketimpangan sosial. Kesejahteraan yang menyebar tidak merata.
***
Distribusi kesejahteraan rupanya tidak mengikut hukum Pareto. Dalam situasi dengan kecenderungan kesenjangan yang hari-hari ini kian menganga, pesan Leo Kristi dalam lagu ini menjadi semakin relevan.