Baru saja masuk apartemen baru di Taipei, Taiwan selama 3 hari. Hanya dengan kemampuan bahasa Inggris doank nih bisa bertahan di sini. Kalo ditanya kemampuan bahasa Mandarin, wah wah wah, nol besar deh. Tiba-tiba ada telepon berdering. Kring….kringggg… kringgg….
Penelpon: Haloooo….. Ni hao?…. (wah celaka, bahasa Chinese)….
Aku: Yes, halo…. Can you speak English?
Penelpon: Ooooh…. Eh.. I can… Can you speak Indonesia?
Aku: Ya, saya bisa bahasa Indonesia (untung orang Indonesia…)
Penelpon: Ada Pak Ibnu? (red. Pak Ibnu adalah penyewa sebelumnya)
Aku: Wah udah ndak di sini Bu. Dia udah pindah ke dorm mahasiswa.
Penelpon: Ooooh… Dengan siapa ya ini?
Aku: Saya “B”. Temannya Pak Ibnu.
Penelpon: Eh pak “B”. Boleh minta tolong ndak?
Aku: Boleh-boleh.
Penelpon: Ini ada tugas sekolah untuk anak saya. Diminta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saya sudah tidak hafal. Apakah bisa bantu untuk menuliskan syairnya?
Aku: Boleh Bu…. Ibu ntar telepon lagi 5 menit ya. Saya tuliskan teksnya terlebih dahulu.
5 menit kemudian
Kriinnggggg….
Penelpon: Halo, pak “B”. Sudah selesai?
Aku: Halo, Bu. Sudah.. Saya bacakan ya…. Bla..bla…bla (Red. dipotong demi kenyamanan)
Penelpon: Terima kasih lho… Tapi,….
Aku: Ya bu, kenapa?
Penelpon: Saya lupa bagaimana cara menyanyikannya? (dalam hati: gubraks)
Aku: Ok bu kalo begitu saya nyanyikan ya….
Akhir kata, si “B” menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan gagah perkasa disertai rasa nasionalisme yang tinggi, dan diulang selama 3x sampai si penelponnya puas. (True story, Budijanto Widjaja)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H