Apabila ada seseorang yang meminta saya untuk mendefinisikan pasangan Kompasianers Bapak Tjiptanadi Effendi dan Ibu Roselina - selanjutnya saya sebut Bapak dan Ibu Tjip - harus dengan satu kata, maka saya akan memilih kata "loyal".
Loyalitas mereka memang tidak diragukan lagi. Saat membuat suatu komitmen, mereka pasti akan loyal terhadap komitmen tersebut.
Tidak hanya terhadap komitmen yang telah diikrarkan bersama "for better for worse, 'till death do us part" --- dalam senang dan susah hingga maut memisahkan --- tapi juga loyal terhadap segala aspek kehidupan.
Sebut saja, ketika Ibu Tjip sedang berada di puncak kejayaan karirnya di Indonesia, Pak Tjip malah mengajaknya hijrah ke Australia. Loyalitas terhadap pasangannya (Pak Tjip) itulah yang membuat Bu Tjip tanpa berpikir dua kali, rela untuk pindah dan memulai kehidupan dan karirnya kembali dari 0.
Pada waktu keduanya memutuskan untuk bergabung dengan Kompasiana, mereka menunjukkan loyalitasnya tidak hanya dengan menayangkan tulisan secara konsisten tapi juga loyalitas terhadap penulis-penulis lainnya.
Di sela-sela kegiatan mereka sehari-sehari, Bapak dan Ibu Tjip selalu meluangkan waktu mengunjungi laman penulis Kompasiana lainnya. Tidak hanya untuk membaca dan menekan tombol vote, tetapi juga dengan telaten memberikan komentar pada setiap artikel yang dikunjunginya.
Vote dan komentar mereka itu tulus dan tanpa pamrih. Tidak percaya? Buktikan saja sendiri! Bagaimana caranya? Gampang! Kalau mereka vote dan memberikan komentar di artikel kalian, abaikan saja!
Jangan balas komentarnya atau jangan balik berkunjung ke laman mereka. Niscaya mereka akan tetap setia mengunjungi laman kalian, memberikan vote dan komentar, no matter what! Bapak dan Ibu Tjip gitu lho! Kok dilawan?
Palingan juga kalian sendiri yang malu! Jadi kalau kalian tidak membalas kunjungan mereka, berarti kalian memang benar-benar Kompasianer yang kurang asyem! He.. he ..
Secara pribadi, saya tidak pernah bertemu, baik secara langsung maupun secara virtual, meskipun komunikasi hanya sebatas pada percakapan dalam kolom komentar di artikel atau lewat WAG Komunitas Penulis Berbalas (KPB), tapi entah jimat apa yang mereka miliki, yang jelas saya merasa sangat dekat dan seperti telah mengenal mereka sejak lama.
The list goes on and on and on, kalau saya menulis tentang kedua sejoli ini. Satu buku saja tidak bakalan cukup, bahkan harus berjilid-jilid. Ingat, ini buku keroyokan loh!