Malam semakin dingin dan bersalju. Bulan yang nampak setengah lingkaran, tidak mau kalah dengan bintang-bintang bertaburan berebutan memancarkan sinarnya menerangi jalan setapak.
Di ujung gang, tampak Mary berdiri. Gadis kecil bermata biru terang, berambut panjang. Pirang. Bibirnya tipis merah muda. Hatinya penuh kehangatan.
Umurnya baru saja genap sembilan tahun. Dokter telah menjatuhkan vonis bahwa kanker yang bersarang di jantung Mary akan memenangkan pertarungannya sebelum Natal tiba, apabila tidak segera diangkat.
Kedua orang tua Mary sangat terpukul. Keadaan ekonomi keluarganya yang morat-marit itu tidak akan pernah mampu membiayai operasi sang buah hati.
Mereka mencoba mencari uang ke sana ke mari, tak menemukan satu orangpun yang mau memberikan pinjaman. Hanya satu yang mereka temukan, seekor anak anjing kecil tersesat di jalan.
Dibawanya anak anjing itu pulang untuk diberikan kepada putri kecil mereka sebagai hadiah menjelang Natal. Mary senang bukan kepalang. Toby, begitu Mary memberinya nama.
Keesokan siang harinya salju tak lagi turun deras, Mary mengajak Toby berjalan-jalan keluar menghirup udara segar. Namun langkahnya terhenti saat ia melihat seorang kakek tuna wisma membuat es krim dari salju untuk dijual kepada anak-anak.
"Aku akan memberimu es krim ini cuma-cuma kalau kamu mau berbuat sesuatu untukku" kata kakek tuna wisma kepada Mary yang telah berdiri di depannya.
Mary sempat ragu, orang tuanya selalu menasehati agar tidak berbicara kepada siapapun orang yang tak dikenal. Tapi Mary merasa iba dan takingin mengecewakan kakek tuna wisma itu.
"Apa yang Kakek mau?"Tanya Mary sambil mengangkat Toby dan menggendongnya.
"Tolong belikan aku roti di toko itu, pemilik toko tidak mengijinkan aku masuk ke sana" jawabnya sambil mengacungkan telunjuknya ke arah toko roti tidak jauh dari situ.