Pada malam gelap tak berawan, cobalah tengadahkan kepala keatas langit, akan terlihat hamparan bintang yang berkilauan, layaknya gelaran karpet yang dipenuhi intan berlian.
Kompasianers masih ingat lagu anak-anak yang berjudul Bintang Kecil? liriknya kira-kira begini;
Bintang Kecil di langit yang tinggi amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari, jauh tinggi ke tempat kau berada.
Tulisan saya kali ini bukan ingin memperdebatkan siapakah sebenarnya pencipta lagu legendaris tersebut, apakah Ibu Meinar Louis atau Pak Daljono? Dan bukan pula ingin mendiskusikan apakah lagu ini akan menyusul menjadi viral sebagai lagu yang sempat diharamkan oleh segelintir orang seperti lagu balonku, naik-naik ke puncak gunung atau naik delman? Sama sekali bukan!
Tapi dari lagu berlirik sederhana itulah yang justru telah memicu keingintahuan saya tentang si bintang kecil penuh misteri yang menghiasi angkasa. Dan akhirnya misteripun terungkap setelah saya menyaksikan sebuah acara TV (National Geographic) beberapa waktu lalu tentang proses lahirnya bintang.
Tiga hal yang dibutuhkan untuk terciptanya sebuah bintang, yaitu gravitasi, gas (helium, hydrogen) dan waktu. Gravitasi menarik gas dan debu di sekitarnya hingga membentuk awan spiral yang disebut Nebula. Selama ratusan ribu tahun gravitasi terus menerus menarik awan nebula tersebut sampai semakin tebal, padat, dan membentuk sebuah putaran cakram yang besarnya melebihi solar sistem kita.
Cakram yang terus menerus berputar ini menyebabkan temperatur semakin tinggi dan memanas. Gas yang ditarik oleh gravitasi menuju pusat cakram akhirnya melebur dan membentuk bola padat yang sangat panas. Tekanan dari gravitasi yang sangat kuat menyebabkan terjadinya ledakan dari tengah cakram, pancaran ledakannya begitu jauh mencapai bertahun-tahun cahaya. Proses yang amat sangat menegangkan.
Sementara gravitasi tiada hentinya terus menerus menekan, menghisap debu dan partikel lainnya hingga menghasilkan suhu panas yang kian meninggi. Setelah lebih dari 500 ribu tahun lamanya, bola panas di tengah cakram semakin kecil dan bertambah panas hingga mencapai 15 juta fahrenheit. Hanya pada temperatur yang panasnya gila-gilaan inilah peleburan nuklir terjadi, atom hidrogen dan helium mengikat satu sama lain untuk melepaskan energi yang sangat massive dan voilaaa.. lahirlah sebuah bintang!
Ledakan atau pelepasan energi tersebut memperlambat gravitasi. Partikel yang tidak tertelan oleh bintang yang baru lahir dapat membentuk planet, asteroid, dan benda langit lainnya. Proses ini dapat memakan waktu sekitar 100.000 tahun.
Bintang kemudian masuk ke fase berikutnya, fase urutan utama. Pada fase inilah mereka menghabiskan waktunya dan sering kita lihat di langit. Ada banyak jenis bintang urutan utama. Para astronom menggunakan tanda tanda spektral yang ada pada bintang untuk menguraikan komposisi, luminositas, warna, dan suhu. Berdasarkan pengamatan ini, mereka dapat mengetahui berapa usia bintang dan seberapa besar bintang itu. Tujuh kelas spektral, dari suhu tertinggi ke paling terendah, adalah O, B, A, F, G, K dan M.
Suhu bintang diukur dalam satuan kelvin (K). Suhu permukaan bintang berkisar sekitar 2.500 K disuhu terendah hingga sekitar 30.000 K disuhu terpanas (sebagai gambaran lava yang meletus dari gunung berapi bisa mencapai suhu sekitar 1.444 kelvin). Warna bintang secara langsung tergantung dengan suhunya. Bintang-bintang terpanas terlihat putih atau biru. Bintang yang suhunya terendah memiliki rona yang lebih hangat dan sering tampak kuning, oranye, dan merah.