Lihat ke Halaman Asli

Penghujung Tahun Pendidikan Kita

Diperbarui: 1 Januari 2016   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2015 dunia pendidikan kita sarat dengan cerita duka, bahkan mendung masih menggelayut di penghujung tahun ini, karena berbagai persoalan pendidikan datang silih berganti, mungkin memberi irama, tapi sumbang, mungkin memberi warna, tapi semakin menjadi kusam.

Kurikulum 2013 yang merupakan peninggalan kebijakan pendidikan era M. Nooh tetap berjalan, sampai akhirnya kebijakan baru lewat menteri yang baru sedikit memberi harapan pada awalnya, melalui penghentian pelaksanaan K13 di sebagian sekolah, banyak pihak menyambut baik keputusan tersebut meski banyak juga yang menyayangkan mengapa tidak dihentikan saja secara total, toh sudah cukup terang benderang alasan-alasan yang menyebabkan K13 belum cukup layak untuk diterapkan.

Dan kalau kita sebagai pelaku-pelaku pendidikan mau jujur 100% pasti semua akan menjawab apa sih dampak kemajuan dari pelaksanaan K13 yang sudah dirasakan ? apakah ada perubahan yang signifikan ? apakah mindset kita sudah sesuai harapan K13 ?

Dengan lamanya bergulirnya waktu dan besarnya Triliunan Rupiah yang telah keluar untuk membiayai K13 ini, kiranya sangat perlu kita berhitung ulang, bukan hanya materi tetapi esensi dan dampak perubahan itu.

Selain kurikulum, sertifikasi guru menjadi salah satu hits persoalan pendidikan yang tak kunjung usai. Sertifikasi guru yang dengan ideal ingin membentuk guru-guru yang profesional nampaknya masih jauh panggang dari api, masih tidak sesuai harapan, ataukah mungkin sudah keluar jalur ?

Filosofi VIP-kan guru – sekarang seolah berubah menjadi 'Persulitlah Guru', guru yang seharusnya menjadi ujung tombak, sekarang makin sering guru menjadi kambing hitam.

Beberapa tahap ketidakpercayaan pemerintah terhadap guru, dan ketidakpercayaan ini akan selalu diulang-ulang setiap tahun melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) merupakan satu indikator bahwa dunia guru selalu menjadi sorotan ketidakpercayaan dan kambing hitam terhadap keterpurukan dunia pendidikan kita.

Apabila kita bisa membandingkan secara rasio yang wajar, dunia guru hanyalah sebagian kecil dari sistem pendidikan kita secara umum, karena disisi lain ada dunia Perguruan Tinggi/ dunia dosen, ada kurikulum, dan ada kebijakan yang secara umum mengatur sistem pendidikan itu sendiri.

Sangatlah disayangkan apabila persoalan pendidikan selalu berkutat hanya menyoroti dunia guru, yang notabene guru juga manusia, yang punya rasa dan punya hati seperti orang-orang dengan profesi yang lain.

Cobalah, seorang guru adalah produk perguruan tinggi juga, sudah melalui tempaan kuliah beberapa tahun, kemudian lulus dengan ijazah dan akta mengajar, tentunya bukanlah sebuah proses yang serta merta dan instan. Kemudian melalui proses penerimaan PNS seorang guru pada dasarnya sudah melalui proses seleksi yang kualified.

Setelah itu seorang guru menjalani proses sertifikasi guru, lulus dan mendapatkan penghargaan melalui tunjangan profesi, lalu guru menjalani UKG, lulus, dan UKG lagi, lulus lagi, begitu seterusnya.... apalagi yang masih kurang ???

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline