Lihat ke Halaman Asli

Widiya Fismawati

Saya seorang Mahasiswa

Sang The Iron Lady Menteri Luar Negeri Perempuan Pertama di Indonesia

Diperbarui: 1 Juni 2024   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bunga Avrillia P. Widiya Fismawati Oktafiana Silvi R.

Ibu Retno Lestari Priansari Marsudi atau kerap dipanggil Retno Marsudi, seorang Wanita pertama yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pada pemerintahan Jokowi periode kedua. Beliau adalah salah satu dari sederet Perempuan yang ada pada barisan kabinet Indonesia. Kehadirannya menjadi sebuah kesempatan yang besar sebagai wujud berperannya suara perempuan dan panutan dalam politik pemerintahan, terutama dalam hal diplomasi.

Beliau yang sangat identik dengan kacamatanya ini bahkan menjadi salah satu sosok inspiratif bagi Perempuan, khususnya dikalangan generasi milenial dan tentunya penulis sendiri. Hal tersebut dikarenakan kemampuan beliau yang dalam hubungan diplomasi luar negeri dan capaian prestasinya. 

Berkat capaian prestasi yang sangat melejit beliau mendapatkan kepercayaan kembali oleh Bapak Presiden Joko Widodo untuk menangani berbagai persoalan diplomasi luar negeri, dan berhasil menjadi Menteri Luar Negeri RI untuk kedua kalinya. Hal tersebut juga menjadikannya sebagai perempuan pertama yang menjabat menteri luar negeri pertama perempuan yang selama 2 periode.

Dikutip dari laman Kementrian Luar Negeri RI, Retno Marsudi merupakan alumnus Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada tahun 1981. Kemudian, ia meraih gelar magisternya di Haagse Hogeschool di Den Haag dengan mengambil program studi Undang-Undang Uni Eropa dan mendalami studi Hak Asasi Manusia di Universitas Oslo. 

Sebelum menjadi Menteri Luar Negeri, perempuan kelahiran 27 November 1972 ini memulai kariernya menjadi diplomat di Kedutaan Besar Canberra pada tahun 1994 dan Kedutaan Deen Hag di tahun 1997. Atas kepiawaiannya dalam bidang diplomasi, tepatnya pada tahun 2005 beliau dipercaya untuk menjadi Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia pada 2005 hingga 2008 dan Duta Besar Indonesia untuk Negara Belanda tepatnya di Deen Hag pada tahun 2012.

Munculnya julukan "The Iron Lady" ini berawal dari beliau menghadiri debat di parlemen Belanda mengenai Indonesia tidak sesuai kenyataan, Ibu Retno tidak segan dan tegas mengeluarkan "ultimatum" bahwa debat seperti itu tidak mencerminkan sebagai rekan bahkan dapat merusak hubungan bilateral kedua negara. 

Sebab sikap pemberani beliau dan susah dibelokkan atau ditekuk dalam hal-hal prinsip atau menyangkut dignity nasional Ibu Retno di kalangan diplomatik Belanda, bahkan oleh koran bertiras terbesar De Telegraaf, dijuluki sebagai De Ijzeren Dame atau The Iron Lady. 

Sebagai perempuan pertama yang menjabat posisi ini, beliau telah membuktikan bahwa dirinya sebagai pemimpin yang efektif dan dihormati di kancah internasional. Retno Marsudi menunjukkan berbagai bentuk kepemimpinan yang mencerminkan fleksibilitas dan kemampuan adaptasi. 

Dalam berbagai situasi internasional, Retno menunjukkan kemampuan diplomatik yang tinggi, menggabungkan pendekatan keras dan lembut sesuai kebutuhan situasi. Kepemimpinannya tidak hanya berfokus pada pengambilan keputusan cepat tetapi juga pada pembangunan hubungan jangka panjang yang kuat dengan negara-negara lain.

Gaya kepemimpinan Retno sering kali dikaitkan dengan gaya transformasional. Pemimpin transformasional dikenal mampu meningkatkan motivasi, moral, dan kinerja pengikutnya dengan menjadi teladan dalam perilaku yang inklusif dan penuh empati. Retno menunjukkan hal ini dalam berbagai inisiatif diplomatiknya, termasuk dalam penanganan krisis Rohingya, di mana ia berhasil memobilisasi bantuan kemanusiaan Indonesia dan memperjuangkan hak-hak etnis Rohingya di forum internasional. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline