Katanya, cantik itu relatif. Cantik menurutmu belum tentu cantik menurutnya. Kalau menurut saya, cantik itu hanya perihal selera, bukan ilmu eksak yang memiliki rumus seperti matematika. Tapi kenyataannya, kata 'cantik' seolah sudah memiliki standar paten seperti harus memiliki kulit putih, harus mancung, harus berambut panjang, nggak boleh jerawatan, dan sederet standar lain yang seolah sudah menjadi syarat mutlak.Waktu saya lihat senior saya yang kulitnya mulus, saya pikir dia cantik.
Saya lihat selebgram yang selalu laris diendorse produk hijab, saya juga berpikir dia cantik. Saya lihat wanita timur tengah di YouTube, saya pun berpikir dia cantik. Apalagi waktu saya lihat aktris-aktris Korea seperti Suzy dan Krystal Jung, sudah pasti mereka cantik! Lantas seperti apa definisi cantik itu sebenarnya? Padahal mereka yang saya sebut cantik tadi memiliki struktur wajah yang sangat berbeda.Walaupun begitu, Indonesia masih tergolong 'santai' jika menyoal kecantikan. Ada beberapa negara yang tak sefleksibel itu dalam menilai kecantikan, contohnya Korea Selatan.
Negeri ginseng ini memang terkenal sebagai gudangnya wanita-wanita cantik dengan fisik yang terbilang sempurna. Kulit putih, bibir tipis, kaki ramping, tubuh langsing, dan berbagai kriteria lain yang mengacu pada kata 'cantik' secara tak langsung menjadi sebuah hal yang disepakati bersama. Namun, apakah semua wanita Korea memiliki hal yang dinamakan 'kesempurnaan' itu?Pertanyaan itu nampaknya sudah terjawab dengan maraknya aksi wanita Korea Selatan yang kini beramai-ramai menghancurkan produk-produk kosmetik dan memotong rambutnya. Melansir CNNIndonesia, aksi itu dipamerkan di lini masa dalam rangka memprotes standar kecantikan yang berlaku di negaranya.
Salah satu dari pelaku aksi tersebut adalah Cha Ji-won yang langsung menerima reaksi kurang bagus dari ibunya. "Oh lihat, saya punya anak laki-laki sekarang."Ji-won mengaku selama lebih dari sepuluh tahun rajin memoles wajahnya dengan berbagai kosmetik. Ia bahkan memulai kegiatan rutin tersebut sejak berumur 12 tahun. Semua usaha yang dilakukannya itu tak ayal berujung pada definisi kecantikan yang berlaku di negaranya.Di tengah pro-kontra mengenai standar kecantikan itu, Ji-won memutuskan untuk membuang seluruh kosmetiknya. Ia mengungkapkan bahwa setelah melakukan hal tersebut, dirinya merasa terlahir kembali. Waktunya yang sebelumnya dihabiskan untuk berpikir bagaimana caranya menjadi cantik kini bisa ia manfaatkan untuk membaca buku dan berolahraga.
Bukan hanya Ji-won yang melakukan hal itu, namun juga sekumpulan wanita Korea lainnya yang sejalan dengannya. Gerakan membuang kosmetik dan memotong rambut itu dijuluki "escape the corset" yang berarti melarikan diri dari korset. Kosmetik dianalogikan bak korset yang identik dengan bentuk usaha pemaksaan pada perempuan untuk memilki tubuh yang 'sempurna'.Rangkaian bentuk protes itu bermula dari aksi Lim Hyeon-ju, seorang perempuan pembawa berita di Korea Selatan pertama yang berani tampil di televisi mengenakan kacamata. Di Korea, hanya pembawa berita pria yang boleh berkacamata, sementara wanita tidak.
Hyeon-ju mengatakan bahwa selain ingin terlepas dari lensa kontak yang mengganggu, ia juga ingin memberikan pesan kesetaraan untuk warga Korea Selatan.Wajar ya, Korea Selatan memang merupakan negara dengan industri kecantikan yang maju. Tak hanya bisnis kosmetik yang menggurita, klinik operasi plastik yang memfasilitasi wanita Korea untuk merevisi wajahnya seolah semakin memperkuat ideologi cantik di negara K-pop ini. Korea Selatan melihat bahwa kecantikan adalah aset yang mempengaruhi kesuksesan karier dan hubungan asmara. Singkatnya, jika ingin sukses dalam karier dan asmara, ya percantik dulu dirimu.
Anggapan itu sebenarnya tak hanya ada di Korea, namun juga Indonesia. Salah satu contohnya adalah waktu melamar kerja. Jika kamu melampirkan foto yang cantik, kamu akan cepat dipanggil. Namun, sebaliknya, jika foto yang kamu tampilkan tampak biasa saja, sampai berbulan-bulan pun panggilan itu tak akan pernah datang.Secara perlahan tampaknya sebagian wanita mulai marah dengan impian menjadi cantik itu. Lina Bae, seorang YouTuber mengunggah video berjudul "I Am Not Pretty" dan telah ditonton hingga 5 juta kali. Dalam video itu, terlihat Lina memakai bulu mata palsu dan riasan tebal yang sangat mencolok.
Tak ayal video itu mengundang banyak komentar warganet. Namun, tanpa memperdulikan komentar-komentar pedas yang menghampirinya, Lina menulis secara tegas bahwa tak mengapa jika ia tak cantik, karena seseorang akan lebih spesial dengan apa adanya.Jika dirasa-rasakan, rezim kecantikan yang bercokol dalam kepala perempuan itu menyiksa, ya. Kita, perempuan, rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdandan dulu sebelum pergi ke kampus atau kantor. Belum lagi kalau habis sholat, touch up menjadi tirual wajib untuk mempertahankan kecantikan setelah make up yang menghiasi wajah luntur tersiram air wudhu.
Rangkaian ritual tersebut lambat laun seolah menjadi kewajiban yang memaksa perempuan untuk menunaikannya. Tak hanya waktu dan tenaga, perempuan juga harus mengeluarkan uang untuk membeli kosmetik-kosmetik yang menunjang kecantikan. Sering kali kebutuhan kosmetik itu malah menggeser kebutuhan pokok yang seyogyanya harus lebih diutamakan. Belum lagi rutinitas treatment di klinik yang juga masuk dalam list ritual bulanan wajib. Merepotkan sekali.
Selain itu, menurut saya lelaki juga berpengaruh dalam hal ini. Sadar atau tidak, perilaku lelaki kepada wanita cantik dan wanita biasa itu berbeda. Mereka cenderung lebih respect pada wanita yang cantik ketimbang wanita biasa. Entah penjaga parkir dekat kantor hingga teman kampus saya rasa-rasanya ada saja yang masih bersikap demikian. Padahal, siapa sih yang mengharuskan seorang wanita harus 'cantik' dulu untuk bisa dihargai?Meminjam perkataan Lina Bae, saya dengan tegas akan berkata, saya tidak cantik, tapi tak apa. Karena perempuan akan lebih spesial dengan apa adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H