Lihat ke Halaman Asli

Widi Suryati

Saya merupakan mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad

Syariat Islam Kian Dianggap Tabu Saat Lebaran

Diperbarui: 9 Mei 2022   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi memenuhi syariat Islam dengan mengenakan pakaian yang tidak menjiplak lekuk tubuh dan menutup dada. (Foto: Widi Suryati)

Seiring berjalannya waktu, aturan baku kian diabaikan karena dinilai tidak sejalan dengan zaman. Begitupun berlaku pada aturan/ syariat islam. Hal tersebut terjadi karena toleransi salah kaprah, modernisasi, serta kurangnya pemahaman agama. 

Fenomena tersebut dapat ditinjau pada momen lebaran 1443 H kemarin. Syariat islam terlihat kian memudar dan dianggap tabu bagi para umatnya sendiri. Bersalaman, foya-foya, hingga pamer kekayaan merupakan salah satu bukti bahwa syariat islam kian memudar bahkan di kala hari kemenangan.

  • Bersentuhan dengan Non-Mahram 

Dalam islam, kita hanya boleh bersentuhan dengan mahram kita dimulai orang tua, saudara kandung, suami, anak, mertua, saudara ayah dan ibu. Namun, pembagian anggota keluarga yang boleh dan tidak boleh bersentuhan kiranya kurang dikenal, sehingga masih banyak yang kebingungan. Tak hanya bersalaman, kini berpelukan dan cium pipi pada yang bukan mahram menjadi hal lazim pula.

Padahal jelas tertera dalam hadis riwayat At-Thabrani, Rasulullah SAW bersabda

"Sungguh, ditusuknya kepala seorang dengan jarum besi lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya."

Mayoritas masyarakat menilai keramahan dan sopan santun seseorang dari tindakannya kepada yang lebih tua, termasuk bersalaman, berpelukan, dan cium pipi. Stigma yang berkembang itu membuat umat islam ragu untuk menaati syariat agamanya karena takut mendapatkan cemoohan dan gunjingan dari masyarakat.

  • Makna Lebaran yang Salah Kaprah

Dilansir dari kompas.com, Guru Besar Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ibnu Hamad memaparkan istilah kata Lebaran yang berasal dari kata lebar

"Lebaran adalah metafora bagi orang saling mengikhkaskan, berlapang dada. Sekaligus metonimi bagi yang merayakan Idul Fitri dengan perasaan yang plong," kata Ibnu.

Namun, kini lebaran seakan kehilangan makna sucinya. Lebaran malah menjadi ajang pamer prestasi hingga materi. Bahkan, banyak orang yang merasa lebaran merupakan momen penyayat hati karena seringkali mendapatkan perbandingan diri dengan saudara-saudari. Hal tersebut jelas bertentangan dengan syariat islam karena islam melarang kesombongan diri apalagi sampai mengakibatkan iri, dengki, dan sakit hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline