Peron lantai atas Stasiun Manggarai kian padat tiap menitnya, menanti kedatangan KRL Commuter Line dari arah Jakarta Kota menuju Bogor. Jumat malam pekan lalu, sekira pukul 19.00 di waktu itu, entah mengapa stasiun begitu sesak dipenuhi orang, melebihi malam-malam rush hour lainnya.
Beberapa saat kemudian KRL tiba, terlihat sudah hampir padat oleh manusia-manusia pencari nafkah. Tapi bagaimanapun padatnya, kami yang sedari tadi menanti di Manggarai harus terangkut oleh kereta itu.
Maka ketika pintu terbuka, terjadilah "pertempuran" antara yang turun dan naik. Beberapa gelintir yang turun dari KRL hanya punya waktu beberapa detik sebelum kesabaran gerombolan penumpang yang akan naik habis terkikis.
Saya berada di barisan paling depan penumpang yang naik. Saat kaki sudah menapak lantai kereta, terasa dorongan kuat dari arah pintu sehingga para penumpang di dalam terus terdesak sampai tidak bisa bergerak lagi. Terkunci satu sama lain.
Seingat saya, ini termasuk kepadatan paling hebat yang saya rasakan dalam bulan ini. Ah, namanya juga angkutan umum. Beginilah rasanya.
Perjalanan kemudian terasa biasa-biasa saja hingga selepas Stasiun Tanjung Barat muncul sedikit kegaduhan. Seorang pria, kisaran usia 40 tahun, terlihat kebingungan dan bertanya ke sekelilingnya. Ia mengaku kehilangan ponsel atau handphone miliknya. Pria tersebut hanya berjarak satu meter dari saya.
Salah seorang penumpang lain berinisiatif menanyakan nomor handphone pria tersebut dan mencoba memanggilnya. Tetapi tak ada nada dering yang terdengar.
"Tidak aktif," ucap penumpang tersebut.
Dalam situasi seperti ini menjadi serba tidak mengenakkan bagi penumpang di sekitarnya. Bagaimana tidak? Kami semua seolah curiga satu sama lain, saling berpandang untuk menilai siapakah yang patut dicurigai sebagai copet.